Industri makanan terjepit harga gula



JAKARTA. Kenaikan harga gula kristal putih dalam beberapa bulan terakhir telah memukul usaha kecil menengah di sektor makanan. Kini, kalangan pengusaha makanan harus membeli gula putih yang menjadi bahan baku dengan harga Rp 10.000-12.000 per kilogram (kg). Padahal, harga di September kemarin masih Rp 8.000 per kg.Franky Sibarani, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) mengatakan, dampak kenaikan harga gula putih akan sangat terasa pada industri kecil dan menengah. Apalagi selama ini, industri tersebut sulit mendapatkan gula rafinasi seperti layaknya pengusaha besar. Padahal, harga gula rafinasi lebih murah dari harga gula konsumsi. Gula rafinasi seharusnya untuk industri saja. Saat ini, harga gula rafinasi adalah sekitar Rp 8.000 per kg. “Pemerintah seharusnya memperhatikan usaha kecil dan menengah yang selama ini masih banyak memakai gula kristal putih,” kata Franky kepada KONTAN.Produsen makanan kelas rumahan memang tidak bisa mengelak dari imbas kenaikan harga gula putih. Terlebih lagi, mereka banyak yang menggunakan gula sebagai bahan baku utamanya. Franky memberi contoh, gula dalam industri sirup memakan porsi 50% dari total bahan baku.Ashifudin, Kepala Bagian Produksi Dodol dan Jenang PT Mubarok Food Cipta Delicia Kudus, menghitung, marjin keuntungan perusahaan akan terpotong sebesar 5% karena kenaikan gula. Saat ini, Mubarok mampu memproduksi 2 -6 ton dodol sehari. “Kita menggunakan gula pasir 50% dari keseluruhan bahan baku,” katanya. Sejauh ini, dari keseluruhan biaya produksi, sekitar 40% diantaranya dipergunakan untuk bahan baku.Amal Rasyid, pemilik usaha dodol Bestari, Garut juga mengeluhkan hal serupa. Cuma, mereka baru akan merasakan dampak kenaikan gula ini setelah stok gula mereka di gudang sebanyak 500 kg yang dibeli Rp 8.000 per kg habis.Diah Anggraini, Manajer Sirup Markisa Noerlen Medan punya cerita senada. Ia pun mengaku mengalami potongan keuntungan akibat lonjakan harga gula. Apalagi, untuk menghasilkan 1 liter sirup markisa, Diah membutuhkan sampai 2 kg gula putih. “Untung harga buah markisa sudah turun. Kalau tidak, saya tak bisa jualan karena terlalu mahal,” katanya. Saat ini, harga buah markisa hanya Rp 9.500 per kg, turun 29,6% dibanding September yang sebesar Rp 13.500 per kg seiring masuknya musim panen.

Tak bisa kerek harga

Kendati kenaikan harga gula membuat biaya produksi membengkak, para produsen makanan toh tidak bisa begitu saja menaikkan harga. Menurut Amal, dia hanya sanggup menaikkan harga maksimal 10% dari kondisi semula. Itu pun dengan catatan produsen lain melakukan hal yang sama. Sebab, jika tidak ia akan kalah bersaing dengan dodol yang lebih murah. Saat ini, dodol Bestari dijual Rp 10.000 per paket berisi 500 gram dodol.Aris Purwoko, Manager Pemasaran Mubarok bahkan memastikan tidak akan menaikkan harga kendati keuntungan mereka tergerus. Sebab, mereka sudah mendongkrak harga sebesar 10% untuk menyesuaikan dengan kenaikan tarif dasar listrik. Cuma, menurut Aris, dodol Mubarok baru akan mengalami kenaikan harga jika banderol gula diatas Rp 12.000 per kg.Maklum saja, volume penjualan biasanya akan menurun selama tiga bulan jika harga dinaikkan. Keputusan menaikkan harga dodol pada Juli lalu juga membuat sejumlah target perusahaan meleset. Mubarok pun memangkas target kenaikan penjualan dodol 2010 dibanding 2009 dari 20% menjadi hanya 5%.Tak cuma dodol, Diah juga mengaku tidak mungkin menaikkan harga jual sirup markisa mereka. Alasannya, dengan harga saat ini Rp 55.000 per liter saja mereka cukup kewalahan. Setiap hari, Diah baru bisa menjual rata-rata 60 liter sirup dengan marjin keuntungan 10%. "Dengan harga sekarang saja konsumen sudah cukup berat,” tegasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: