Industri manufaktur masih akan tertekan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur Indonesia dari Nikkei di Desember 2017 turun ke posisi 49,3, dibanding bulan November yang sebesar 50,4. Penurunan ini merupakan kali pertama PMI tercatat di bawah titik netral 50, sejak Juli 2017.

Penurunan di bawah titik 50 PMI ini sebagian disebabkan oleh penurunan pada produksi untuk pertama kalinya dalam tiga bulan. Terlebih lagi, tingkat penurunan merupakan yang tercepat sejak bulan Juli.

Hal tersebut bisa mempengaruhi ekonomi Indonesia di tahun ini. Apalagi manufaktur menjadi salah satu sektor penyumbang produk domestik bruto (PDB) terbesar Indonesia.


Dengan kondisi ini, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan pertumbuhan industri manufaktur sepanjang 2018 akan tumbuh stagnan di angka 5%.

Pada kuartal ketiga 2017, pertumbuhan sektor ini mencapai 5,51%, lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar 4,87%.

"Penyebab utamanya dari sisi permintaan domestik belum sepenuhnya pulih terutama kelas menengah," kata Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).

Bhima bilang, kelompok masyarakat 40% terbawah mengalami sedikit pemulihan yang terbantu oleh bansos yang jumlahnya naik signifikan.

Sementara itu, ekspor memang menjadi andalan, tetapi lebih didominasi ekspor barang mentah bukan produk industri. Tantangan lain, kenaikan bahan bakar non subsidi berimplikasi pada mahalnya biaya produksi.

"Jadi tren efisiensi dan downsizing terutama manufaktur skala menengah besar akan terus berlangsung," tambah dia.

Misalnya, industri pengolahan tembakau, kimia farmasi, industri kulit, barang dan alas kaki, logam dasar, dan industri kayu.

Disisi yang lain masih ada industri yang akan bertahan. Misalnya, makanan minuman lantaran adanya kegiatan sepanjang tahun 2018, mulai dari pilkada hingga Asian games.

Tak hanya itu, industri tekstil juga mulai tumbuh positif seiring permintaan Amerika dan Eropa membaik. Peluang bagi industri dalam negeri lanjut Bhima, yaitu terus melakukan ekspansi ke luar negeri dengan peningkatan kualitas dan perluasan pasar.

"Paling penting sekarang penurunan harga gas industri dengan dorong infrastruktur gas. Beban produksi paling signifikan tahun ini ada di biaya energi," kata Bhima.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto