JAKARTA. Industri manufaktur selama kuartal kedua tahun ini tumbuh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal pertama lalu. Bahkan, industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan terparah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan IMK kuartal kedua tahun ini hanya 2,5% year on year (YoY). Angka itu jauh lebih lambat dibanding kuartal pertama yang sebesar 6,63% YoY. Bahkan, pertumbuhan kuartal kedua menjadi pertumbuhan terendah dibanding kuartal-kuartal berikutnya. Berdasarkan data sejak kuartal pertama 2015, pertumbuhan industri ini paling rendah hanya sekitar 4% YoY. Tak hanya itu, perlambatan IMK yang lebih parah dibandingkan industri manufaktur besar dan sedang (IBS) juga tidak wajar. Sebab, biasaya pertumbuhan IMK selalu lebih tinggi dari IBS. IBS sendiri di Juli tercatat tumbuh 4% YoY, melambat dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,46% YoY. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, rendahnya kinerja IMK kuartal kedua tahun ini disebabkan karena IMK lebih terdampak langsung pada lesunya ekonomi. Selama ini, IMK merupakan industri yang bergerak mendukung IBS. Sementara itu, IBS masih memiliki inventori ketika menghadapi lesunya ekonomi. "Jadi waktu industri besar yang menjual mobil misalnya, dengan ekonomi yang melambat, ada potensi mobil tidak terjual semua, berarti dia ada inventori. Nah ketika dia masih punya inventori, dia bilang UKM jangan kirim dulu deh. Jadi UKM merasakan dampaknya lebih besar," kata Lana saat dihubungi KONTAN, Selasa (1/8). Perlambatan permintaan IBS kepada IMK juga tersebut kata Lana, terkonfirmasi dari penurunan pertumbuhan sejumlah industri.
Industri manufaktur terseret kelesuan ekonomi
JAKARTA. Industri manufaktur selama kuartal kedua tahun ini tumbuh melambat dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal pertama lalu. Bahkan, industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) mengalami perlambatan terparah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan IMK kuartal kedua tahun ini hanya 2,5% year on year (YoY). Angka itu jauh lebih lambat dibanding kuartal pertama yang sebesar 6,63% YoY. Bahkan, pertumbuhan kuartal kedua menjadi pertumbuhan terendah dibanding kuartal-kuartal berikutnya. Berdasarkan data sejak kuartal pertama 2015, pertumbuhan industri ini paling rendah hanya sekitar 4% YoY. Tak hanya itu, perlambatan IMK yang lebih parah dibandingkan industri manufaktur besar dan sedang (IBS) juga tidak wajar. Sebab, biasaya pertumbuhan IMK selalu lebih tinggi dari IBS. IBS sendiri di Juli tercatat tumbuh 4% YoY, melambat dari kuartal sebelumnya yang sebesar 4,46% YoY. Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, rendahnya kinerja IMK kuartal kedua tahun ini disebabkan karena IMK lebih terdampak langsung pada lesunya ekonomi. Selama ini, IMK merupakan industri yang bergerak mendukung IBS. Sementara itu, IBS masih memiliki inventori ketika menghadapi lesunya ekonomi. "Jadi waktu industri besar yang menjual mobil misalnya, dengan ekonomi yang melambat, ada potensi mobil tidak terjual semua, berarti dia ada inventori. Nah ketika dia masih punya inventori, dia bilang UKM jangan kirim dulu deh. Jadi UKM merasakan dampaknya lebih besar," kata Lana saat dihubungi KONTAN, Selasa (1/8). Perlambatan permintaan IBS kepada IMK juga tersebut kata Lana, terkonfirmasi dari penurunan pertumbuhan sejumlah industri.