Industri migas & tambang ramai-ramai tolak L/C



JAKARTA. Kementerian Perdagangan pada 1 April 2015 siap menerapkan cara pembayaran latter of credit (L/C) pada barang ekspor minyak dan gas bumi (migas) dan tambang. Atas aturan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta pengusaha menolak kewajiban LC tersebut.

Perlu diketahui, kebijakan L/C merupakan salah satu poin paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan Presiden Jokowi. Aturan LC ini bertujuan memastikan akurasi devisa hasil ekspor (DHE) atas produk yang diekspor itu.

Kepala Bagian Humas Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudianto Rimbono menyebutkan, tanpa adanya aturan L/C, jual beli migas berjalan dengan aman. "Kan esensinya L/C itu untuk bisa mengontrol ekspor dan impor. Tapi hal itu, kita juga bisa mengontrol kan," jelasnya, Kamis (26/3).


Dia bilang, pihaknya sudah memberikan permohonan pengecualian terhadap Kemendag agar aturan L/C tersebut tidak diterapkan di industri migas.

Menteri ESDM Sudirman Said mengatakan, dirinya memahami apa yang diinginkan Kementerian Perdagangan, yakni hasil ekspor itu masuk ke tanah air. Hanya saja, untuk urusan migas yang menjadi objeknya adalah negara sehingga sulit dilakukan.

Apalagi, pembeli migas sudah melakukan kontrak jangka panjang untuk bertransaksi sejak tahun 1970-an. "Begitupun saat ini, BI juga telah memonitor transaksi jual beli migas," tandasnya.

Vice President Indonesian Petroleum Association (IPA), Sammy Hamzah menilai, aturan tersebut memang sangat berdampak besar terhadap industri migas. Maka dari itu, pihaknya juga sudah mengajukan permohonan pengecualin terhadap pemerintah.

"Jelas dampaknya besar, kan kita tahu sendiri, kontrak-kontrak migas itu dilakukan dengan jangka waktu yang panjang dan sudah lama diterapkan," tandasnya.

Wianda Pusponegoro Vice Presiden Corporate Communication Pertamina bilang, peraturan LC dapat mengganggu penerimaan negara. Maka dari itu, Pertamina meminta kepada Kemdag untuk memberikan pengecualian. "Pertamina berisiko dapat tuntutan ganti rugi atas kontrak jangka panjang yang sudah diterapkan beberapa tahun lalu. Dan ini nilainya juga cukup besar," tandasnya.

Tambang menolak

Agung Nugroho Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk menyatakan, penggunaan pembayaran LC biasanya jika negara pembeli tidak aman dan juga pembeli baru. Namun, jika dikenakan pada pembeli lama memang akan ada kendala.

Sebab, selama ini mereka sudah biasa memakai pembayaran wire transfer atau telegraphic transfer. "Kalau memakai LC akan menambah biaya dan waktu. Tapi kami menunggu respon dari pelanggan dulu," ujar dia.

Sementara itu, Sukhyar Dirjen Minerba Kementerian ESDM, misalnya Freeport dan Vale yang keberatan silakan mengajukan ke Kemdag. "Nanti Kementerian ESDM akan membahasnya kasus per kasus," ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto