Industri pembiayaan menghadapi tantangan berat



JAKARTA. Tahun depan, penyaluran pembiayaan perusahaan pembiayaan (multifinance) terancam melambat. Penyebabnya, pertama, rencana berlakunya aturan loan to value yang mengharuskan pembelian kendaraan bermotor menyediakan uang muka sebesar 75% dari nilai barang bagi pembiayaan syariah. 

Kedua, berlakunya aturan Menteri Keuangan (PMK) 130/2012 tentang Fidusia. Ketiga, pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Keempat, kebutuhan batu bara di dunia yang terbilang minim akibat perlambatan ekonomi di China. Terakhir, larangan ekspor hasil bumi tanpa pengolahan.

Munculnya berbagai hambatan, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyarankan agar anggotanya mulai bersiap diri. Wiwie Kurnia Ketua APPI mengatakan, sebaiknya multifinance mulai bersiap diri menghadapi tantangan bisnis pada tahun depan. Misalnya, dengan memikirkan strategi bisnis pembiayaan. "Apalagi, kita masih menghadapi fluktuasi pasar," kata Wiwie, Selasa (20/11).


Meski begitu, kata Wiwie, masih ada faktor pendorong pertumbuhan industri multifinance. Antara lain, kebutuhan alat transportasi yang tinggi, kedua program pemerintah low cost green car. Aturan ini diharapkan akan membuat  harga mobil menjadi lebih murah. Hal ini tentu akan membuka peluang bisnis bagi perusahaan pembiayaan. "Pembangunan infrastruktur juga mendorong permintaan kendaraan bermotor," ujar Wiwie.

Andrijanto Direktur PT Surya Artha Nusantara (SAN) Finance mengatakan, tahun depan bisnis pembiayaan alat berat tak akan sebagus tahun ini. "Kami melihat akan terjadi tren penurunan pembiayaan alat berat," ujar dia.

San Finance menargetkan pembiayaan Rp 3,6 triliun pada 2013, lebih rendah dari target tahun ini Rp 4,5 triliun. Mereka mengalihkan pembiayaan di sektor pertambangan, ke konstruksi, infrastruktur, dan agrobisnis. San mengkaji rencana diversifikasi produk lewat pembiayaan suku cadang alat berat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: