JAKARTA. Perkembangan digitalisasi yang begitu cepat membawa konsekuensi terhadap kelangsungan bisnis penerbitan buku. Permintaan buku dalam bentuk cetak atau fisik terus menurun, karena beralih ke konten e-book atau e-paper. Industri penerbitan buku juga terkena aneka pajak yang tidak kecil. Bukan hanya pajak pertambahan nilai (PPN) 10%. Penerbit juga harus membagi keuntungan dengan toko 45% dan royalti penulis 10% dari harga jual. Tak pelak, kinerja bisnis penerbitan babak belur terimbas digitalisasi dan beban pajak. Koordinator Divisi Pengembangan Organisasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Fikri Kongdarman mengatakan, industri penerbitan buku mengeluhkan pajak produksi dan distribusi produk perbukuan. "Industri penerbitan juga mendapat tantangan dari digitalisasi media," katanya, kepada KONTAN, Minggu (7/5).
Industri penerbit buku minta keringanan pajak
JAKARTA. Perkembangan digitalisasi yang begitu cepat membawa konsekuensi terhadap kelangsungan bisnis penerbitan buku. Permintaan buku dalam bentuk cetak atau fisik terus menurun, karena beralih ke konten e-book atau e-paper. Industri penerbitan buku juga terkena aneka pajak yang tidak kecil. Bukan hanya pajak pertambahan nilai (PPN) 10%. Penerbit juga harus membagi keuntungan dengan toko 45% dan royalti penulis 10% dari harga jual. Tak pelak, kinerja bisnis penerbitan babak belur terimbas digitalisasi dan beban pajak. Koordinator Divisi Pengembangan Organisasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) Fikri Kongdarman mengatakan, industri penerbitan buku mengeluhkan pajak produksi dan distribusi produk perbukuan. "Industri penerbitan juga mendapat tantangan dari digitalisasi media," katanya, kepada KONTAN, Minggu (7/5).