Industri Penerima HGBT Berharap Pemerintah Tak Ubah Kebijakan Harga Gas



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah industri penerima harga gas bumi tertentu (HGBT) US$ 6 per MMBTU berharap pemerintah tak mengubah kebijakan yang ada.

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus H. Gunawan mengungkapkan kebijakan harga gas yang telah berlaku saat ini sejatinya telah sukses membantu industri pengolahan dalam masa pandemi covid-19.

Tren positif industri pengolahan dinilai terus mengalami peningkatan sejak implementasi harga gas khusus ini.


Baca Juga: Implementasi Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) Dorong Kinerja Industri

"Industri pengolahan terus ekspansif terlihat dari Purchasing Managers Index Manufacturing yang melebihi angka 50 sejak Oktober 2021, sebagai bukti kongkret bahwa gas bumi terbukti menjadi modal pembangunan," ungkap Yustinus dalam keterangannya kepada Kontan, Senin (29/8).

Yustinus melanjutkan, kebijakan harga gas khusus serta iklim usaha yang kondusif telah berkontribusi pada meningkatnya minat investasi. Salah satunya dengan rencana investasi sejumlah perusahaan Asia di Kawasan Industri Terpadu Batang Jawa Tengah.

Untuk itu, Yustinus menolak usulan untuk menyesuaikan atau menaikkan harga gas bumi. Menurutnya, jika kebijakan ini diambil maka iklim investasi yang ada akan terganggu.

"Sangat logis bahwa HGBT US$ 6 per MMBTU dilanjutkan dan diperluas ke sektor-sektor industri lainnya karena terbukti sangat efektif sebagai modal pembangunan, secara kongkret terbukti industri manufaktur sebagai fondasi ekonomi semakin kokoh," tegas Yustinus.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi kebijakan HGBT yang telah diimplementasikan.

Menurutnya, kebijakan harga gas khusus ini telah membantu industri keramik untuk bangkit lebih cepat dari dampak pandemi covid-19.

Baca Juga: Asalkan Pasokan Aman dan Merata, Harga Gas Industri Diusulkan Naik Sedikit

"HGBT sebagai katalis positif yang memberikan gairah dan optimisme baru buat industri keramik nasional karena secara langsung berdampak pada daya saing industri keramik yang membaik," kata Edy.

Edy menjelaskan, utilisasi produk keramik nasional sebelumnya stagnan di level 60% sampai 65% pada tahun 2015 hingga 2020. Adapun, utilisasi kini meningkat mencapai 75% pada tahun 2021 dan meningkat mencapai 82% untuk kinerja pada semester I 2022. Kenaikan kinerja ini diklaim turut mendongkrak minat investasi.

Dengan melihat pertumbuhan yang ada, Asaki pun berharap pemerintah tak mengubah kebijakan harga gas khusus untuk industri.

"Asaki keberatan dan mengharapkan Pemerintah tidak melakukan perubahan HGBT yang telah dijamin lewat Perpres Nomor 121 tahun 2020 sebagai wujud komitmen untuk terus mendukung peningkatan daya saing industri keramik serta menjamin kepastian iklim berinvestasi," imbuh Edy.

Edy mengungkapkan, sampai dengan tahun 2024 akan berlangsung proyek ekspansi bisnis kapasitas industri keramik senilai Rp 5 triliun serta industri sanitaryware senilai Rp 15 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .