JAKARTA. Kegiatan industri pangan berbasis olahan ikan masih tersendat pada bulan September. Maklum, libur Lebaran telah membuat aktivitas nelayan mundur. Ujungnya, jadwal pasokan ikan dari nelayan juga berubah. Menurut H. Murtasim, Ketua Ikatan keluarga Besar Pengusaha Kerupuk Indramayu, fenomena seperti ini selalu setiap tahun. Karena itu, para pengusaha kerupuk di Indramayu berusaha mengatisipasinya dengan menyimpan ikan cadangan. Namun, cadangan ikan yang dimiliki pengusaha kerupuk hanya bertahan selama beberapa hari produksi. Bahkan, ikan telah habis untuk memenuhi lonjakan permintaan selama Lebaran. Tengok saja penuturan Murtasim. Pemilik kerupuk merek Kelapa Gading ini sejatinya telah menyimpan 25 ton ikan remang agar tetap bisa berproduksi. Tapi, cadangan ini hanya cukup untuk 10 hari produksi.Dia memperkirakan, pada tahun ini, produksi kerupuk ikan remang baru akan dimulai sekitar pertengahan Oktober. Sebab, kapal-kapal yang berkapasitas diatas 30 gross tonnage (GT) dikabarkan baru berangkat sekitar 18 Oktober-19 Oktober. Sedangkan perjalanan kapal itu memakan waktu 40 hari-50 hari.Meski demikian, pasokan ikan remang bukan berarti tidak ada sama sekali. Di Kalimantan dan Sumatra, para nelayan sudah mulai memiliki pasokan ikan remang. Hanya saja, harganya meningkat sekitar 16,6% menjadi Rp 15.000 per kilogram (kg) setelah Lebaran lalu. Sebagai pembanding, harga sebelum lebaran berkisar Rp 12.500 per kg. "Harga segitu terlalu mahal untuk industri kerupuk, itu belum termasuk biaya pengiriman” kata Murtasim Selasa (28/9). Selama ini, industri kerupuk Indramayu memang lebih mengandalkan Pati dan Pekalongan sebagai pemasoknya. Mereka tidak pernah mengambil pasokan dari Kalimantan dan Sumatra. Sebab, biaya pengiriman yang besar menjadikan harga terlalu tinggi. Hanya bisa menanti Akibat perubahan jadwal pasokan ikan itu, saat ini, 36 pengusaha kerupuk di Indramayu tidak memproduksi kerupuk hasil olahan ikan remang. Padahal, di masa biasa, setiap hari mereka bisa menghabiskan 15 ton ikan remang untuk diproduksi. Sementara menunggu pasokan datang, kini, para pengusaha kerupuk di Indramayu hanya memproduksi kerupuk bawang dan jengkol.Masalah ini tak hanya membelit industri kerupuk. PT Muruaji Makariki Mandiri, perusahaan pembuat produk makanan beku berbahan baku tuna, cakalang, dan ikan layang yang berbasis di Ambon, juga belum memulai aktivitas produksinya seperti biasa. Victor Ng, Direktur Utama Muruaji Makariki memperkirakan, kegiatan produksi baru akan mulai berjalan di bulan Oktober. Sebab pasokan ikan dari nelayan di sekitar Saparua dan Nusa Laut, Maluku Tengah, baru akan datang pada 30 September.Saat ini, Muruaji Makariki hanya menghabiskan sisa persedian ikan cakalang sebesar 30 ton yang masih tersimpan di gudang. Sedangkan persediaan tuna dan cakalang sudah kosong. Asal tahu saja, mereka biasa mengirimkan produk olahan ke Jepang, Taiwan, China, dan Amerika Serikat. Total pengiriman perusahaan ini mencapai hingga 90 ton-120 ton perbulan. Jumlah itu mencakup olahan ikan tuna 30 ton-40 ton, ikan cakalang 30 ton -40 ton, dan olahan ikan layang 30 ton-40 ton.
Industri pengolahan ikan belum beroperasi normal
JAKARTA. Kegiatan industri pangan berbasis olahan ikan masih tersendat pada bulan September. Maklum, libur Lebaran telah membuat aktivitas nelayan mundur. Ujungnya, jadwal pasokan ikan dari nelayan juga berubah. Menurut H. Murtasim, Ketua Ikatan keluarga Besar Pengusaha Kerupuk Indramayu, fenomena seperti ini selalu setiap tahun. Karena itu, para pengusaha kerupuk di Indramayu berusaha mengatisipasinya dengan menyimpan ikan cadangan. Namun, cadangan ikan yang dimiliki pengusaha kerupuk hanya bertahan selama beberapa hari produksi. Bahkan, ikan telah habis untuk memenuhi lonjakan permintaan selama Lebaran. Tengok saja penuturan Murtasim. Pemilik kerupuk merek Kelapa Gading ini sejatinya telah menyimpan 25 ton ikan remang agar tetap bisa berproduksi. Tapi, cadangan ini hanya cukup untuk 10 hari produksi.Dia memperkirakan, pada tahun ini, produksi kerupuk ikan remang baru akan dimulai sekitar pertengahan Oktober. Sebab, kapal-kapal yang berkapasitas diatas 30 gross tonnage (GT) dikabarkan baru berangkat sekitar 18 Oktober-19 Oktober. Sedangkan perjalanan kapal itu memakan waktu 40 hari-50 hari.Meski demikian, pasokan ikan remang bukan berarti tidak ada sama sekali. Di Kalimantan dan Sumatra, para nelayan sudah mulai memiliki pasokan ikan remang. Hanya saja, harganya meningkat sekitar 16,6% menjadi Rp 15.000 per kilogram (kg) setelah Lebaran lalu. Sebagai pembanding, harga sebelum lebaran berkisar Rp 12.500 per kg. "Harga segitu terlalu mahal untuk industri kerupuk, itu belum termasuk biaya pengiriman” kata Murtasim Selasa (28/9). Selama ini, industri kerupuk Indramayu memang lebih mengandalkan Pati dan Pekalongan sebagai pemasoknya. Mereka tidak pernah mengambil pasokan dari Kalimantan dan Sumatra. Sebab, biaya pengiriman yang besar menjadikan harga terlalu tinggi. Hanya bisa menanti Akibat perubahan jadwal pasokan ikan itu, saat ini, 36 pengusaha kerupuk di Indramayu tidak memproduksi kerupuk hasil olahan ikan remang. Padahal, di masa biasa, setiap hari mereka bisa menghabiskan 15 ton ikan remang untuk diproduksi. Sementara menunggu pasokan datang, kini, para pengusaha kerupuk di Indramayu hanya memproduksi kerupuk bawang dan jengkol.Masalah ini tak hanya membelit industri kerupuk. PT Muruaji Makariki Mandiri, perusahaan pembuat produk makanan beku berbahan baku tuna, cakalang, dan ikan layang yang berbasis di Ambon, juga belum memulai aktivitas produksinya seperti biasa. Victor Ng, Direktur Utama Muruaji Makariki memperkirakan, kegiatan produksi baru akan mulai berjalan di bulan Oktober. Sebab pasokan ikan dari nelayan di sekitar Saparua dan Nusa Laut, Maluku Tengah, baru akan datang pada 30 September.Saat ini, Muruaji Makariki hanya menghabiskan sisa persedian ikan cakalang sebesar 30 ton yang masih tersimpan di gudang. Sedangkan persediaan tuna dan cakalang sudah kosong. Asal tahu saja, mereka biasa mengirimkan produk olahan ke Jepang, Taiwan, China, dan Amerika Serikat. Total pengiriman perusahaan ini mencapai hingga 90 ton-120 ton perbulan. Jumlah itu mencakup olahan ikan tuna 30 ton-40 ton, ikan cakalang 30 ton -40 ton, dan olahan ikan layang 30 ton-40 ton.