Industri pertambangan batubara diproyeksi masih membara di tahun ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bisnis batubara diprediksi masih tetap akan membara sepanjang tahun ini. Jika pun tidak lebih tinggi, capaian bisnis batubara tahun ini diperkirakan tidak akan kalah menarik jika dibandingkan dengan tahun lalu.

"Prospek bisnis batubara tahun ini masih menarik, kondisinya masih tidak jauh dari tahun lalu," kata Ketua Indonesia Mining Institute (IMI) Irwandy Arif saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (3/3).

Irwandy menyebutkan, ada sejumlah alasan yang mendasari prediksi tersebut. Pertama, adanya pembatasan produksi, khususnya di Izin Usaha Pertambangan (IUP) daerah menyebabkan pasokan batubara lebih terjaga, sehingga tidak terjadi over supply.


Kedua, dilihat dari faktor ekternal, perang dagang antara China dan Amerika Serikat yang mulai menemukan titik temu telah membawa sentimen positif pada pasar batubara global. Terlebih, kebutuhan konsumsi batubara di Asia memiliki porsi yang lebih besar ketimbang pengurangan konsumsi di Eropa.

Konsumsi batubara di Asia yang tetap terjaga itu disebabkan oleh perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara, termasuk juga di Indonesia. Dalam hal ini, Irwandy mengatakan bahwa bisnis batubara pun akan terus prospektif selama perkembangan energi baru dan terbarukan (EBT) masih berjalan lambat.

Alhasil, kedua faktor tersebut berpengaruh terharap tren harga yang mulai membaik. Harga batubara kalori rendah ekitar 4.000-4.200 kcal/kg yang sempat menukik hingga sekitar US$ 30 per ton, kini sudah merangkak naik menjadi US$ 37 per ton.

Hal ini juga diamini oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia. Hendra mengatakan, meski dalam enam bulan terakhir telah terrjadi tren penurunan Harga Batubara Acuan (HBA), namun secara rata-rata harga batubara masih menjanjikan.

Pada tahun lalu, rata-rata HBA ada di angka US$ 98,96 per ton. Meski sejak bulan September terus mengalami penurunan, namun angka itu masih lebih baik dibanding rata-rata HBA tahun 2017 yang sebesar US$ 85,92 per ton. Apalagi jika dibandingkan dengan rata-rata HBA tahun 2016 yang hanya US$ 61,84 per ton.

"Meski tren menurun, rata-ratanya masih bagus. Tahun ini kemungkinan tidak jauh berbeda," kata Hendra.

Lebih lanjut, Hendra pun menyebut bahwa prospek bisnis batubara Indonesia bisa tercermin dari target produksi dan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang dipatok oleh sejumlah perusahaan besar. "Secara umum itu terefleksi dari target-target produsen-produsen besar," sebutnya.

Adapun, sejumlah perusahaan besar memang terlihat mengincar kenaikan produksi dan penjualannya, serta mematok capex yang lebih tinggi ketimbang tahun lalu. Meski demikian, ada juga perusahaan besar yang memasang target stagnan.

Pemain besar seperti PT Indika Energy Tbk (INDY) misalnya, induk dari perusahaan batubara PT Kideco Jaya Agung ini memang mematok target produksi yang stagnan yakni sebesar 34,1 juta ton. Namun, Indika menaikkan target capex menjadi US$ 315 juta, dibanding pada tahun lalu yang hanya sebesar US$ 162,8 juta.

Adapun, US$ 175 juta dari total capex Indika tahun ini dialokasikan untuk anak usahanya yang bergerak di bdiang jasa penambangan, yaitu PT Petrosea Tbk (PTRO).

Selain itu, ada juga PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) yang menganggarkan capex sebesar US$ 120-122 juta. Naik dibandingkan capex tahun lalu yang ada di angka US$ 107,1 juta.

Meski demikian, target produksi ITMG memang dipatok konservatif, yakni sebesar 22,5 juta ton. ITMG ini merupakan produsen batubara dengan kalori menengah-tinggi, yakni dengan kalori 4.300 hingga 6.500 kcal/kg.

Sedangkan, pemain besar lainnya, yakni Bumi Reseources pada tahun ini menargetkan capex stagnan, yaitu US$ 60 juta. Namun, produsen batubara terbesar nasional melalui anak usahanya PT Kaltim Prima Coal dan PT Arutmin Indonesia ini mengincar kenaikan produksi dari 86 juta ton menjadi di atas 90 juta ton. Bahkan, Bumi sudah berinvestasi untuk meningkatkan kapasitas produksi hingga mampu mencapai 100 juta ton.

Meski melihat bisnis batubara pada tahun ini masih menjanjikan, namun Hendra Siandia menekankan bahwa masing-masing perusahan akan memiliki prospek bisnis yang berbeda. Hal itu tergantung dari kontrak dan jenis batubara yang dihasilkan.

Pada umumnya, sambung Hendra, perusahaan dengan batubara kalori menengah-tinggi akan meliat pasar pada tahun ini dengan optimistis. "Kalori rendah yang terpukul, pasanya juga oversupply. Masing-masing melihat pasarnya berbeda, tapi overall, masih positif," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi