KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada April 2022 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan optimis industri petrokimia di Indonesia bakal menjadi nomor satu di Asean. Sebab, RI berpeluang besar merajai peta persaingan sektor petrokimia di kawasan ini. Namun ternyata, masih banyak hambatan-hambatan yang membelenggu industri petrokimia nasional. Ketua umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Suhat Miyarso mengatakan hambatan industri petrokimia ada tiga, seperti bidang administrasi atau peraturan, Fiskal dan serbuan produk impor. “Untuk bidang administrasi, perizinan lahan lewat (OSS) BKPM masih belum bisa menyelesaikan, belum lagi ketentuan lahan yang harus bayar PPN tidak bisa dikredit, jelas ini membuat sulit pengusaha atau investor. Di UU Ciptakerja memang sudah tertera, namun hingga saat ini belum terlaksana. selanjutnya, adalah masalah Fiskal, seperti kredit PPN yang waktunya singkat sekali dan yang terakhir serbuan produk impor jika tidak dibatasi akan merusak produk petrokimia dalam negeri,” ungkap Suhat dalam keterangannya, Kamis, (16/6).
Industri Petrokimia Disebut Masih Dibelenggu Sejumlah Hambatan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada April 2022 lalu, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan optimis industri petrokimia di Indonesia bakal menjadi nomor satu di Asean. Sebab, RI berpeluang besar merajai peta persaingan sektor petrokimia di kawasan ini. Namun ternyata, masih banyak hambatan-hambatan yang membelenggu industri petrokimia nasional. Ketua umum Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Suhat Miyarso mengatakan hambatan industri petrokimia ada tiga, seperti bidang administrasi atau peraturan, Fiskal dan serbuan produk impor. “Untuk bidang administrasi, perizinan lahan lewat (OSS) BKPM masih belum bisa menyelesaikan, belum lagi ketentuan lahan yang harus bayar PPN tidak bisa dikredit, jelas ini membuat sulit pengusaha atau investor. Di UU Ciptakerja memang sudah tertera, namun hingga saat ini belum terlaksana. selanjutnya, adalah masalah Fiskal, seperti kredit PPN yang waktunya singkat sekali dan yang terakhir serbuan produk impor jika tidak dibatasi akan merusak produk petrokimia dalam negeri,” ungkap Suhat dalam keterangannya, Kamis, (16/6).