JAKARTA. Industri plastik diproyeksikan tumbuh, seiring bertambahnya jumlah penduduk. Meski kondisi ekonomi terbilang seret, kebutuhan plastik diperkirakan tetap akan naik. Asosiasi Industri Aromatika, Olefin, dan Plastik (Inaplas) memprediksi, kenaikan konsumsi plastik tahun ini bisa 5,5% dari konsumsi plastik tahun 2016 sebanyak 5,1 juta ton. "Konsumsi masih naik," kata Fajar Budi, Sekretaris Jenderal Inaplas, kepada KONTAN, Kamis (2/2). Merujuk penjualan plastik tahun 2016 lalu, kontribusi terbesar berasal dari polipropilena sebesar 1,73 juta ton. Setelah itu polietilena sebesar 1,50 juta ton. Sisanya dari penjualan polistirena, PET, PVC. Selain itu ada juga kontribusi penjualan dari plastik daur ulang sebanyak 850.000 ton.
Fajar menjelaskan, semula pihaknya menghitung penjualan plastik tahun 2016 hanya 4,8 juta ton. Setelah melakukan pembaruan data, angka konsumsi plastik tersebut berubah menjadi 5,1 juta ton. Meskipun saat ini isu cukai plastik masih panas, Fajar yakin, konsumsi plastik nasional tahun ini masih berpeluang tumbuh di atas 5%. Bahkan, jika ekonomi Indonesia baik, Fajar optimistis konsumsi plastik bisa naik 5,5%. Dari beragam produk plastik, permintaan yang diproyeksikan tertinggi adalah polipropilena dan polielitena. Kedua produk ini merupakan bahan baku utama pembuatan kemasan plastik produk makanan dan minuman. Fajar memprediksi, jika industri makanan dan minuman tumbuh sesuai target 9% tahun ini, maka akan mendongkrak konsumsi plastik domestik. “Karena porsi konsumsi polipropilena dan polietilena untuk kemasan sampai 65% dari seluruh konsumsi plastik,” jelas Fajar. Tak semua ekspansi Proyeksi kenaikan konsumsi plastik juga disampaikan Harry Tamin,
Investor Relation PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Menurut Harry, kontributor utama permintaan plastik berasal dari sektor industri konsumer, termasuk makanan dan minuman. Selain itu, kenaikan permintaan plastik mengikuti kenaikan pertumbuhan ekonomi. Selama ekonomi tumbuh, kebutuhan plastik ikutan tumbuh. “Ini selalu paralel, karena konsumsi plastik tidak akan jauh dari konsumsi masyarakat,” kata Harry kepada KONTAN kemarin (2/2). Selain permintaan dari sektor konsumer, permintaan plastik datang dari sektor otomotif serta agrikultur. Semakin banyak program pemerintah dan swasta di sektor pertanian dan perkebunan, semakin banyak kebutuhan plastik agrikultur. “Seberapapun yang kami produksi, saat ini masih bisa diserap pasar,” tambah Harry. Menurutnya, kapasitas pabrik bahan baku plastik di Indonesia saat ini belum bisa memenuhi permintaan pasar. Untuk memenuhi permintaan domestik, PT Chandra Asri Petrochemical saat ini berusaha memperluas pabrik
butadiene. Harry berharap, proyek perluasan pabrik tersebut kelar tahun 2018.
Dengan perluasan pabrik, kapasitas produksi bahan baku plastik Chandra Asri diharapkan naik dari 100.000 ton menjadi 137.000 ton. Namun demikian, tak semua produsen plastik berencana ekspansi. Tengok saja PT Argha Karya Prima Industry Tbk, kini masih fokus dengan pabrik yang sudah ada. “Kami baru ekspansi di tahun 2015, saat ini kami masih bisa penuhi kebutuhan konsumen karena utilisasi pabrik belum 100%,” kata Jimmy Tjahjanto, Direktur Keuangan Argha Karya Prima Industry. Terkait harga minyak yang mulai beranjak naik, Harry bilang, hal tersebut berdampak ke biaya produksi. Namun, kenaikan harga minyak tersebut masih berada di batas aman. “Dalam kacamata kami, kenaikan harga minyak saat ini masih di level yang sehat,” tambah Harry. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia