Industri Plastik Terjepit Krisis dan Lonjakan Harga Bahan Baku



JAKARTA. Plastik. Siapa yang tak kenal produk ini. Lihatlah barang di sekeliling kita. Pasti di antaranya ada yang berbahan baku plastik. Berbagai kemasan juga memakai bahan plastik.Melihat fenomena ini, seharusnya industri hilir plastik menangguk rezeki melimpah. Namun faktanya, dalam setahun terakhir, sektor usaha ini justru kembang-kempis. Ketua Umum Asosiasi Kemasan Fleksibel Indonesia, Felix S. Hamidjaja memprediksi, produksi sektor hilir plastik tahun ini hanya akan tumbuh 7%. Padahal, di 2008, produksi industri ini tumbuh 15%.Bahkan, beberapa pembuat produk hilir plastik menunda jadwal investasi tahun ini ke akhir 2010. Menurut catatan Tjokro Gunawan, Ketua Umum Asosiasi Plastik Hilir Indonesia (Aphindo), nilai modal yang tak jadi ditanamkan mencapai US$ 300 jutaTapi, jangan salah. Masalah di industri ini bukan cuma dilatari krisis ekonomi. Ada persoalan laten di sektor ini, yakni pasokan bahan baku. Dalam membuat aneka produk jadi, pabrik butuh pasokan polypropylene (PP) dan polyethylene (PE). Nah, menurut data Departemen Perindustrian (Depperin) tahun 2008, dari kebutuhan PP sebesar 677.771 ton, produsen lokal hanya mampu memasok 561.346 ton. Sementara untuk PE, dari kebutuhan 590.678 ton, pasokan lokal hanya 425.136 ton. Sisanya ditutup dari impor. Sejatinya, mengimpor bahan baku merupakan hal yang lumrah. Tapi, yang menjadi persoalan, pemerintah menaikkan bea masuk bahan baku menjadi 10% - 15% dari sebelumnya hanya 5%. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 19 tahun 2009 tentang tarif bea masuk atas barang impor produk-produk tertentu. Langkah menaikkan bea masuk itu sangat memberatkan industri hilir karena pada saat yang sama harga PP dan PE di pasar internasional membumbung tinggi, dari US$ 1.000 per ton di awal 2009 menjadi US$ 1.450 per ton per Agustus lalu.Pemerintah kemudian mencoba mengurangi beban para produsen dengan memasukkan industri hilir plastik dalam daftar penerima bea masuk di tanggung pemerintah (BMDTP) tahun 2009.

Dengan adanya stimulus ini, semestinya, para produsen produk hilir plastik tidak perlu lagi memusingkan kenaikan tarif bea masuk bahan baku tersebut. Menurut catatan Depperin, mereka telah menyetujui 12 perusahaan memperoleh BMDTP. Nilai insentif bea masuk itu mencapai Rp 40 miliar. “Tahap berikutnya tinggal menunggu pencairan saja,” kata Tony Tanduk, Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Depperin.

Tapi masalahnya, hingga kini, Menteri Keuangan belum juga mengeluarkan peraturan (PMK) pencairan BMDTP tersebut.Menurut Anggito Abimanyu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Depkeu, pihaknya butuh waktu untuk menerbitkan PMK. Lagipula, kalau tahun ini tak terbit, ada alokasi serupa di 2010.


Ia mengingatkan, industri hilir plastik merupakan penerima BMDTP tahap kedua. Jadi, waktu pencairannya tidak bisa disamakan dengan yang pertama. “Nanti saya cek kembali masalah ini,” kata Anggito. n

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: