Industri polyester minta BMAD segera diterapkan



JAKARTA. Serbuan impor produk polyester telah memukul industri polyster lokal. Menyikapi itu, Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) menuntut diterapkannya bea masuk anti dumping (BMAD) untuk serat polyester.

Ketua Umum APSyFI, Ravi Shankar menjelaskan, akibat maraknya impor dumping produk polyester asal Tiongkok, India dan Taiwan, industri serat polyester nasional semakin tergerus.

"Dalam tiga tahun terakhir, rata-rata produsen serat polyester menjual di bawah harga produksi dan selalu mengalami kerugian akibat tekanan harga dari produk impor dumping,” ujar Ravi dalam siaran resmi yang diterima KONTAN, Minggu (15/11).


Ravi menjelaskan, penyelidikan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) selama satu tahun telah berujung pada laporan hasil penyelidikan akhir yang membuktikan bahwa telah terjadi praktik dumping yang dilakukan perusahaan asal India, Tiongkok dan Taiwan yang menyebabkan kerugian industri dalam negeri.

KADI merekomendasikan BMAD untuk India 5%-16%, China 0%-13% dan Taiwan 28%.

Dalam catatan APSyFI, pada kuartal I 2015, terdapat dua perusahaan yang tutup, sedangkan enam perusahaan lainnya mengurangi produksi hingga 50% sehingga tingkat utilisasi nasional sudah berada dibawah 60%.

Kerugian dan anjloknya kinerja industri hulu ini utamanya disebabkan oleh ekspor asal Tiongkok yang pada penyelidikan awal ditemukan adanya pembebasan bea masuk anti-dumping. Terhadap hal ini KADI telah menghitung ulang dan menetapkan kenaikan besaran marjin dumping secara signifikan kepada beberapa eksportir asal Tiongkok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri