JAKARTA. Molornya penandatanganan perjanjian kemitraan sukarela atau voluntary partnership agreement (VPA) di sektor kehutanan antara Indonesia dan Uni Eropa berdampak pada pengusaha kehutanan nasional. Akibat penundaan itu, industri pulp dan kertas di Tanah Air berpotensi rugi (potential loss) sebesar 23% hingga 30%. Itulah sebabnya, sebelum benar-benar terjadi kerugian, Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Misbahul Huda, meminta pemerintah meyakinkan pembeli (buyer) di Eropa terkait penundaan VPA. "Kami khawatir penundaan VPA mengakibatkan penundaan pembelian sehingga ada potential loss di anggota kami," ujar Misbahul kepada KONTAN, Jumat (21/12) pekan lalu. Sesuai kelaziman, order pulp dan kertas biasanya masuk di akhir tahun. Order itu untuk pengiriman Januari di tahun berikutnya. Namun, APKI mengklaim, banyak calon pembeli belum order karena masih menunggu kesepakatan VPA.
Industri pulp dan kertas tertekan
JAKARTA. Molornya penandatanganan perjanjian kemitraan sukarela atau voluntary partnership agreement (VPA) di sektor kehutanan antara Indonesia dan Uni Eropa berdampak pada pengusaha kehutanan nasional. Akibat penundaan itu, industri pulp dan kertas di Tanah Air berpotensi rugi (potential loss) sebesar 23% hingga 30%. Itulah sebabnya, sebelum benar-benar terjadi kerugian, Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), Misbahul Huda, meminta pemerintah meyakinkan pembeli (buyer) di Eropa terkait penundaan VPA. "Kami khawatir penundaan VPA mengakibatkan penundaan pembelian sehingga ada potential loss di anggota kami," ujar Misbahul kepada KONTAN, Jumat (21/12) pekan lalu. Sesuai kelaziman, order pulp dan kertas biasanya masuk di akhir tahun. Order itu untuk pengiriman Januari di tahun berikutnya. Namun, APKI mengklaim, banyak calon pembeli belum order karena masih menunggu kesepakatan VPA.