Industri Reksadana Kembali Hadapi Cobaan Berat



JAKARTA. Industri reksadana kembali harus mengalami cobaan berat. Masalah kali ini bersumber dari penghentian sementara transaksi perdagangan oleh PT Bursa Efek Indoensia (BEI) hari ini. Penghentian tersebut dilakukan setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok tajam sebesar 10,38% ke posisi 1.451,669 dari penutupan sebelumnya.

Yang menjadi masalah, dalam kondisi seperti ini membuat investor reksadana tidak dapat melakukan penarikan dana (redemption) atas investasi yang telah mereka tanamkan. Manajer Investasi PT Trimegah Securities Tbk Cholis Baidowi mengatakan, "Investor tidak bisa melakukan redemption dengan menggunakan nilai NAV hari sebelumnya," tegas Cholis.

Hal senada juga diutarakan oleh Parto Kawito, Direktur PT Indopremier Securities. Ia mengatakan, dalam aturan Bapepam-LK mengenai reksadana, ditegaskan adanya kewenangan bagi Manajer Investasi untuk menolak meluluskan permintaan redemption nasabahnya karena kondisi tertentu. Suspend bursa saham menurutnya bisa masuk dalam kondisi yang menyebabkan MI mengambil kebijakan tersebut.


Lebih tegas lagi, Presiden Direktur PT Fortis Investments, Eko Pratomo menyatakan telah ada kesepakatan antara Bapepam-LK dan Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia (APRDI) mengenai kondisi ini. "Kami telah sepakat meniadakan transaksi yang terjadi pada saat bursa di suspend untuk reksadana saham dan campuran," ujar Eko.

Menurut Eko, permintaan transaksi, baik itu redemption maupun subscription, pada hari ini terhadap reksadana saham dan campuran dibatalkan. "Hal ini agar tidak menimbulkan kepanikan," tegas Eko. Akan tetapi, untuk jenis reksadana di luar yang telah disebutkan tadi, investor tetap bisa melakukan subscription dan redemption seperti biasa. Kebijakan ini berlaku hingga suspend tersebut kembali dibuka.

Berdasarkan data Bapepam-LK, hingga tanggal 7 Oktober 2008 lalu, NAB reksadana tergerus ke posisi Rp 78,34 triliun. Angka ini merosot cukup tajam bila dibandingkan dengan posisi NAB pada bulan Juli lalu yang masih berada pada posisi Rp 95,37 triliun.

Senior research analyst PT Infovesta Utama Rudianto mengatakan, saat ini investor memang sedang mengalami kebingungan. "Mereka sebenarnya ingin masuk reksadana saham, tetapi tidak punya gambaran perkembangan pasar ke depan," ujar Rudianto.

Ia pun tidak merasa heran bila kemudian investor kini cenderung mengamankan dananya untuk sementara waktu ke produk perbankan seperti deposito. Intervensi pemerintah dan Bank Indonesia menurutnya banr-benar sangat dibutuhkan dalam kondisi seperti ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie