Industri rotan gulung tikar



JAKARTA. Industri rotan di wilayah Sulawesi Selatan terus berguguran. Bayangkan saja, jika pada tahun 2011, di wilayah ini, ada 12 pabrik pengolahan rotan maka tahun ini  sebanyak sembilan pabrik tutup. Kini hanya tersisa tiga pabrik pengolahan rotan.

A.A Mansyur A.S, Sekretaris Mebel Indonesia (Asmindo) mengatakan, jika dua belas pabrik tersebut beroperasi, produksi rotan setengah jadi di Sulawesi Selatan bisa mencapai 1.000 ton. Namun, "Sekarang tiga pabrik tersisa saja hanya menggunakan 50% kapasitasnya," kata Mansyur kepada KONTAN, akhir pekan lalu.

Seperti diketahui, pada November tahun 2011, Kementrian Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 35/2011. Isi aturan itu melarang ekspor rotan dalam bentuk mentah sehingga banyak petani rotan yang beralih usaha menjadi petani sawit dan karet. Pengumpul tidak tertarik lagi untuk mengumpulkan rotan karena harganya tidak menarik lagi. Dampaknya, banyak industri rotan yang kesulitan untuk bahan baku.


Dalam hitungannya, dalam setahun, 12 pabrik itu memproduksi sebanyak 43.200 ton untuk rotan setengah jadi. Sehingga, kebutuhan rotan mentah sekitar 150.000 ton per tahun. "Kalau jumlah itu bisa dipenuhi, industri tidak perlu kolaps," katanya.

Sekadar gambaran, bobot rotan mentah akan susut separuh atau tinggal 50% setelah diproses setengah jadi. Saat diproses menjadi rotan jadi, bobotnya turun lagi 30%.

Mansyur menagih janji kompensasi ke pemerintah terhadap kebijakan penutupan ekspor bahan mentah rotan. Adapun, janji pemerintah diantaranya adalah pembentukan   badan penyangga yang bisa menampung rotan dari para petani.

Selain itu, pemerintah juga berjanji mengeluarkan surat edaran yang isinya meja kursi sekolah akan didorong menggunakan rotan. Selain itu pemerintah juga berjanji melakukan transmigrasi pengrajin rotan dan lakukan evaluasi periodik.

Hanya saja, "Semuanya itu belum tidak ada yang kami peroleh," ujar Mansyur.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan