KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dampak pandemi Covid-19 telah mengganggu stabilitas perekonomian global dan membuat sebagian besar negara di dunia mengalami resesi. Namun demikian kondisi dalam negeri, industri sawit mampu menunjukkan kekuatannya untuk mampu bertahan. Hal ini lantaran selama pandemi Covid-19, kegiatan operasional di perkebunan kelapa sawit tetap berjalan normal. Ada sekitar 16 juta petani dan tenaga kerja di sektor sawit masih memiliki sumber pendapatan di tengah kelesuan ekonomi sepanjang tahun ini. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman mengatakan industri sawit dapat menahan perlambatan ekonomi nasional yang terkontraksi. Pada kuartal III-2020 ekonomi Indonesia masih tumbuh negatif yakni -3,49%.
Sementara itu, berdasarkan proyeksi dari Bank Dunia pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2020 ini akan berada pada kisaran -2,0% sampai -1,6%.
Baca Juga: Aprobi sebut beleid baru tarif badan layanan umum BPDPKS untuk pengembangan sawit “Sepanjang tahun 2020, industri sawit sempat dihantam oleh semakin melebarnya gap antara harga Crude Palm Oil (CPO) dan harga minyak dunia. Kondisi tersebut mendorong peningkatan yang sangat signifikan terhadap kebutuhan dana insentif biodiesel di tahun 2020 dan proyeksi kebutuhan dana biodiesel di tahun 2021,” jelas Eddy dalam media gathering secara online, Kamis (17/12). Eddy menyebutkan, di tahun 2020 BPDPKS bersama pemerintah maupun pelaku industri sawit telah berusaha mengatasi tantangan tersebut dengan mensimulasikan berbagai skenario serta merumuskan alternatif kebijakan untuk menjaga kecukupan dana yang dikelola oleh BPDPKS. Kebijakan tersebut tertuang pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 191 /PMK.05/2020 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit. Dalam PMK tersebut diatur untuk menyesuaikan kebutuhan dana bagi pendanaan program-program sawit berkelanjutan, sekaligus meyakinkan seluruh pemangku kepentingan mengenai keberlanjutan program mandatori biodiesel B30. “Program mandatori biodiesel ini tidak hanya penting untuk kedaulatan dan kemandirian energi nasional tetapi juga manjaga kestabilan harga sawit,” jelasnya. Eddy mengatakan program insentif Biodiesel melalui pendanaan dari BPDPKS sejak Agustus tahun 2015 dan terlaksana sampai November 2020, telah menyerap biodiesel dari sawit sekitar 23,49 Juta KL setara dengan pengurangan Greenhouse Gas Emissions (GHG) sebesar 34,68 juta ton CO2 ekuivalen dan menyumbang sekitar Rp 4,83 triliun Pajak yang dibayarkan kepada negara. Dengan program yang berjalan sejak tahun 2015 hingga 2020, BPDPKS telah memberikan total dukungan pendanaan riset sebesar Rp 326,2 miliar dengan melibatkan 43 lembaga litbang, 667 peneliti, 346 mahasiswa dan telah menghasilkan output sebanyak 192 publikasi jurnal internasional dan nasional, 5 buku, serta 40 paten.
Adapun, dukungan program BPDPKS terhadap sektor hulu dan hilir sering kali masih menjadi bahan perdebatan. Misalnya saja prioritas program hulu seperti Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) yang disandingkan dengan program hilir seperti dukungan insentif biodiesel. “Peniadaan program mandatori biodiesel akan berpengaruh kepada stabilisasi harga CPO dan stok menumpuk yang akan mengakibatkan keseimbangan industri sawit dapat terganggu. Begitu juga sebaliknya, tanpa dukungan program PSR program biodiesel juga akan terancam keberlanjutannya,” tegasnya. Ia berharap tahun 2021 program mandatori biodiesel dapat terus dilanjutkan seiring dengan faktor pergerakan harga minyak dunia yang aman memberikan tantangan tersendiri bagi kebutuhan dana insentif biodiesel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi