Industri Sel Punca di Indonesia Punya Potensi Besar sekaligus Tantangan Signifikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terapi sel punca merupakan peluang besar dalam dunia medis, namun juga diiringi dengan tantangan yang signifikan.

Chyntia Retna Sartika, Wakil Ketua Asosiasi Sel Punca Indonesia, menyampaikan, pengembangan terapi sel punca memerlukan kerjasama berbagai pihak untuk mengoptimalkan peluang dan menghadapi tantangan.

"Teknologi berkembang sangat cepat, tetapi regulator harus memastikan asas kemanfaatan, kesehatan, dan keamanan," ujar Chyntia, Jumat (18/10).


Sunarno, Kepala Pusat Riset Biomedis BRIN, menekankan pentingnya presentasi hasil riset secara transparan untuk memastikan keamanan bagi masyarakat.

"Kita harus memastikan ini aman untuk masyarakat, tidak bisa masyarakat menjadi uji coba. Prosesnya harus mulai dari riset dasar, uji hewan, hingga manusia," kata Sunarno.

Baca Juga: BRIN dan ASPI Kolaborasi untuk Terobosan Sel Punca dalam Pengobatan Regeneratif

Di Indonesia, beberapa fasilitas sudah mulai menerapkan terapi sel punca, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali. Namun, Amin Soebandrio, Ketua Komite Sel Punca, mengingatkan pentingnya verifikasi produk sel punca yang digunakan.

"Kita harus melihat apakah yang digunakan betul-betul stem cell atau produk lain yang diklaim sebagai stem cell. Banyak produk impor yang sebenarnya bukan stem cell, tapi dijual sangat mahal," ungkap Amin.

Fasilitas yang menerapkan terapi sel punca di Indonesia ada yang sudah mendapatkan izin operasional dari Kementerian Kesehatan dan beberapa juga telah menerima sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dari BPOM.

Namun, proses untuk mendapatkan sertifikasi ini tidaklah mudah. "Hanya ada empat fasilitas yang sudah mendapatkan CPOB, sementara sepuluh lainnya mendapatkan izin dari Kementerian Kesehatan," tambah Amin.

Perbedaan antara laboratorium yang memiliki izin CPOB dan yang hanya memiliki izin dari Kementerian Kesehatan terletak pada jenis pengolahan sel punca yang dilakukan.

Baca Juga: Fasilitas Terapi & Produksi Sel Punca RSCM & KAEF Raih Sertifikat CPOB dari BPOM

Laboratorium dengan izin CPOB biasanya mengolah sel punca untuk penggunaan alogenik, sementara yang lain untuk otologus. Dalam penerapannya, terapi sel punca harus dilakukan oleh dokter spesialis sesuai dengan indikasi penyakit.

"Terapi ortopedi harus dilaksanakan oleh spesialis ortopedi, tidak bisa dilakukan oleh dokter kecantikan," tegas Amin.

Dengan berkembangnya teknologi sel punca, masyarakat diharapkan dapat semakin memahami manfaat dan risiko dari terapi ini.

Kolaborasi antara akademisi, peneliti, dan pemerintah, harapannya, bisa mempercepat pengembangan riset sel punca di Indonesia, sehingga dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat luas.

Selanjutnya: IHSG Menguat ke 7.760 Hari Ini (18/10), Banyak Saham Grup Lippo Jadi Top Gainers

Menarik Dibaca: 4 Manfaat Besar Diet Raw Food untuk Tubuh, Makan Serba Mentah dari Buah hingga Sayur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Francisca bertha