KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sektor semen nasional di penghujung 2025 masih mengalami tekanan. Namun sektor ini diproyeksikan akan memasuki fase pemulihan pada 2025 setelah melewati tahun yang menantang. Pada November 2025, volume semen nasional mencapai 6 juta ton atau relatif datar secara tahunan atau
Year on Year (YoY). Namun angka itu turun sekitar 3% secara bulanan atau
Month on Month (MoM). Equity Research Analyst Indo Premier Sekuritas Jovent Muliadi menilai penurunan volume bulanan tersebut sejalan dengan pola musiman di penghujung tahun. Dalam lima tahun terakhir, volume semen setiap November mengalami penurunan secara bulanan.
Baca Juga: Gelar RUPSLB, Semen Indonesia (SMGR) Sesuaikan Anggaran Dasar “Pelemahan volume secara bulanan masih sejalan dengan pola musiman akhir tahun, sehingga belum mengindikasikan penurunan struktural permintaan,” tulisnya dalam riset yang dirilis 18 Desember 2025. Dari sisi emiten, volume penjualan PT Semen Indonesia Tbk (
SMGR) turun 2% secara tahunan dan melemah 9% secara bulanan. Kontraksi terutama berasal dari segmen semen kantong yang mencatatkan penurunan tajam secara bulanan. PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (
INTP) juga mencatatkan penurunan volume 2% secara tahunan, tetapi mampu tumbuh 3% secara bulanan. Kinerja tersebut ditopang oleh pemulihan permintaan di wilayah luar Jawa, khususnya Sumatra dan Nusa Tenggara.
Baca Juga: Proyek Infrastruktur Jadi Katalis, Begini Prospek Kinerja Semen Indonesia (SMGR) Secara kumulatif, volume semen nasional selama Januari–November 2025 tercatat turun 2%YoY menjadi 57,9 juta ton. Ini sejalan dengan proyeksi Indo Premier Sekuritas yang memperkirakan penurunan volume sepanjang 2025 berada di kisaran 2%–5%. Namun Equity Research Analyst Maybank Sekuritas Kevin Halim mempertahankan pandangan positif terhadap sektor semen. Menurutnya, valuasi emiten semen saat ini berada di level yang terlalu terdiskon. “Kami memperkirakan permintaan semen domestik akan tumbuh 2% secara tahunan pada 2026, didukung oleh perbaikan bertahap pada konsumsi semen kantong,” jelas dalam riset yang diterima Kontan, Senin (22/12/2025). Kevin menyebut pemulihan daya beli rumah tangga menjadi faktor utama pendorong kenaikan permintaan semen ritel. Sementara itu, permintaan semen curah masih tertekan seiring berkurangnya alokasi anggaran pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Selain faktor siklikal, riset tersebut juga menyoroti potensi tambahan permintaan dari berbagai program pemerintah. Program Koperasi Desa Merah Putih, pembangunan tiga juta rumah, BSPS, serta proyek Giant Seawall dinilai berpotensi memberikan upside signifikan.
Baca Juga: Permintaan Semen Menurun, Simak Rekomendasi Saham Semen Indonesia (SMGR) “Jika seluruh program berjalan optimal, kontribusinya bisa mencapai tambahan 1% hingga 10% terhadap total volume semen nasional,” kata Kevin. Dari sisi industri, tekanan persaingan Kevin perkirakan mulai mereda pada 2026 meskipun tingkat utilisasi masih berada di kisaran 40%–60%. Produsen kecil yang telah beroperasi pada utilisasi lebih tinggi dinilai memiliki insentif lebih rendah untuk melakukan perang harga. Dia mencermati upaya rasionalisasi harga oleh produsen besar juga dinilai mulai menunjukkan hasil. Sepanjang 2025, rata-rata harga jual domestik
SMGR dan
INTP tercatat mengalami kenaikan tipis setelah dua tahun berturut-turut mengalami penurunan.
Dalam hitungan Maybank Sekuritas, valuasi sektor semen saat ini berada di sekitar 5 kali EV/EBITDA 2026 atau jauh di bawah rata-rata historis lima tahun. Kevin bilang ini mencerminkan persepsi pasar yang terlalu pesimistis terhadap prospek jangka panjang industri. Maybank Sekuritas menetapkan SMGR sebagai
top pick dengan target harga Rp 4.500 per saham. Meski demikian, INTP tetap dinilai unggul dari sisi profitabilitas dan ketahanan neraca keuangan. Sementara, Indo Premier Sekuritas mempertahankan rekomendasi netral untuk sektor semen. Secara valuasi, sektor semen masih berada di bawah rerata historis dengan rasio EV/EBITDA sekitar 5,2 kali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News