Industri tabung elpiji dan aksesori akan dibatasi



JAKARTA. Maraknya industri tabung dan aksesoris ternyata tak dibarengi dengan kualitas yang baik. Karena itu, DPR meminta Kementerian Perindustria membatasi izin pembukaan industri tabung gas dan aksesori agar pengawasan kualitas produk lebih terjaga.Permintaan tersebut menyusul pertumbuhan industri tabung gas elpiji dan aksesorisnya yang begitu cepat. Asal tahu saja, dalam tiga tahun terakhir, perusahaan tabung gas tumbuh menjadi 73 perusahaan. Padahal, awalnya hanya lima perusahaan milik pemerintah.Sedang untuk kompor, dari 16 perusahaan membengkak menjadi 34 perusahaan. Kemudian, perusahaan aksesoris sudah ada 49 perusahaan. "Produsennya terlalu banyak sehingga akan mempersulit pengawasan," kata Halim Kalla, anggota Komisi VII DPR saat rapat kerja dengan Direktora Jenderal Industri Logam Mesin, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian, Senin (4/10).Halim juga mengkritisi banyaknya birokrasi dan lembaga pengawasan dalam program konversi tersebut tapi tidak menunjukan hasil positif. Asal tahu saja, lembaga pengawasan tersebut meliputi Kementerian Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Kepolisian,P ertamina, hingga Lembaga Kesuaian dan Pengujian. "Rantainya terlalu panjang, sehingga malah tidak efektif," kata Halim.Anggota Komisi VII DPR lainnya, Mohamad Sohibul Iman menambahkan, banyaknya produsen memicu persaingan tidak sehat. Dia bilang para produsen saling sikut-sikutan untuk mendapatkan pasar sehingga melupakan kualitas produknya. "Pada akhirnya konsumen sendiri yang dirugikan," katanya.Tak hanya itu, Sohibul mengatakan banyaknya pelaku usaha juga tidak baik bagi kemajuan industri karena kesulitan mencapai titik ekonomi. "Makanya, harus ada pembatasan," terang Sohibul.Direktur Jenderal Industri Logam Mesin, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Surya Wirawan mengaku siap memenuhi permintaan DPR. "Tapi, DPR harus mendukungnya," kata Putu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can