JAKARTA. Pemerintah memberikan keleluasaan bagi dunia usaha untuk membangun sekaligus mengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pemberian porsi yang lebih besar kepada badan usaha dalam pengembangan KEK menulai tanggapan positif. Peran serta dari swasta terkait KEK tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 100 Tahun 2012 tentang Perubahan PP No. 2/ 2011 tentang Penyelenggaraan KEK. Pasal 33A ayat (2) beleid tersebut menyatakan, badan usaha yang mengusulkan KEK bisa ditetapkan menjadi badan usaha yang melaksanakan pembangunan KEK tersebut. Adapun badan usaha yang dimaksud meliputi badan usaha milik negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta atau patungan swasta dan pemerintah.
Salah satu BUMN, yakni PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) menyatakan tertarik untuk membangun dan mengelola KEK. Direktur Utama RNI Ismed Hasan Putro mengatakan, RNI telah siap turut serta dalam membangun KEK dengan dukungan berbagai anak usaha di setiap sektor industri. "RNI akan mencoba memetakan mana lahan yang memiliki nilai tambah di beberapa daerah dan bisa menunjang pembangunan KEK," katanya, Kamis (3/1). Menurut Ismed, ketertarikan BUMN harus didukung dengan perbaikan dari sisi birokrasi. Sebab, beban terberat perusahaan pelat merah adalah pungutan liar, meja birokrasi yang panjang, dan lamanya proses pengurusan perizinan. Persoalan tersebut, kata Ismed, menambah beban biaya dan waktu yang harus disediakan pelaku usaha.Infrastruktur baik Soal waktu maksimal pembangunan KEK selama tiga tahun, Ismed menjelaskan hal itu sudah cukup memadai. Tapi, "Pemerintah harus tegas dan mencabut izin pengelolaan badan usaha jika tidak memenuhi perjanjian agar pembangunan KEK bisa cepat selesai," tandasnya.Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia juga menyambut baik perluasan dunia usaha dalam memajukan KEK. Akan tetapi, pemerintah harus memastikan kondisi infrastruktur bisa menunjang pengembangan KEK baru itu. Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia mengutarakan, sektor infrastruktur yang harus dipersiapkan antara lain sarana air, listrik, telepon, pengelolaan limbah dan akses jalan. "Jika pengusaha harus memulai dari awal, pembangunan KEK akan sangat berat," ujarnya.Sama seperti Ismed, Hariyadi juga menyoroti soal birokrasi, khususnya di daerah, yang harus dibenahi lantaran bisa berimbas pada penambahan biaya. Selain itu, detail potensi industri di KEK dan nilai investasi juga harus tergambar jelas.
Nah, untuk mendukung kebijakan ini, Edib Muslim, Kepala Divisi Humas dan Promosi Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) Kementerian Koordinator Perekonomian meminta, pemerintah daerah berperan aktif dalam pengembangan KEK, tak hanya sebagai penonton. Edib memaparkan, sesuai dengan Pasal 34A PP No. 100/ 2012, jika KEK yang ditetapkan merupakan usulan pemda, penetapan badan usaha yang akan membangun dan mengelola KEK juga ditunjuk oleh pemda. Adapun pembiayaan untuk KEK, Edib bilang, bisa bersumber dari badan usaha yang ditunjuk, anggaran daerah, atau patungan swasta dan pemerintah. Selain itu, badan usaha yang membangun dan mengelola KEK juga harus memiliki perjanjian yang jelas dengan pemda. Perjanjian tersebut menyangkut soal kepastian ruang lingkup pekerjaan, jangka waktu, penyelesaian perselisihan, dan klausul pemutusan perjanjian. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dadan M. Ramdan