Industri tekstil dan produk tekstil butuh SDM mumpuni



KONTAN.CO.ID - BOYOLALI. Siapa bilang penerapan revolusi industri 4.0 akan mematikan tenaga kerja? Saat Kontan.co.id memamasuki area pabrik garmen PT Pan Brothers Tbk (PBRX) di Kecamatan Mojosongo tampak ribuan karyawan fokus menjahit dengan tangkas.

Tak terbayang awalnya, jaket bermerk North Face, pakaian bermerk Adidas dan juga Uniqlo dijahit dari Jawa Tengah. Bahkan 99,9% hasil pabrik ini langsung diekspor ke Kanada, Amerika Serikat, Australia dan juga negara Asia tetangga lainnya.

Sekadar gambaran sampai kuartal I 2018 lalu, emiten berkode saham PBRX ini mampu mencatatkan pertumbuhan penjualan sebesar 7,1% menjadi US$ 107,4 juta dari US$ 100,2 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun sekitar 91% atau US$ 98,4 juta penjualan pada kuartal pertama tahun ini berasal dari segmen pasar ekspor.


Human Resources Management General Manager PT Pan Brothers Tbk, Nurdin Setiawan menjelaskan, saat ini pihaknya mulai kesulitan untuk mencari karyawan. Bahkan ditambah dengan masalah turnover karyawan. "Turnover kami masih cukup tinggi. Rata-rata di atas 3% per bulan. Target recruitment kami per bulan itu tidak kurang dari 1.500 orang," kata Nurdin, Jumat (31/8).

Total saat ini tenaga kerja Pan Brothers di Jateng baru mencapai 28.000 orang, dan di targetkan dapat mencapai 31.000 tenaga kerja. Khusus pabrik Boyolali ini menyerap 13.000 tenaga kerja.

Menurutnya dengan adanya program industri 4.0 justru tidak ada pengurangan kerja. Justru perusahaan menjadi fokus meningkatkan hasil produksi dengan otomasisasi dan digitalisasi. Meski sudah melakukan otomatisasi di pabriknya, sejumlah tenaga kerja yang bertugas di divisi akan dialihkan ke bagian perakitan produk (assembly).

Otomatisasi yang dilakukan perusahaan dalam memproduksi dapat menambah produksi hingga dua kali lipat, tapi juga tetap memanfaatkan pekerjanya. Ini merupakan bentuk efisiensi mengingat perusahaan jadi tidak perlu menambah pabrik baru untuk meningkatkan produksinya.

Untuk dapat meningkatkan kinerja Sumber Daya Manusia (manusia) PBRX punya kultur I-PAN. Salah satu dari unsur itu adalah bagaimana Pan Brothers  secara terus menerus mengasah diri untuk dinamis dan terus menarik dan kompetitif. Sehingga training dan career path adalah bagian dari dinamika Human Capital Management Pan Brothers.

Secara terpisah, Anne Patricia Sutanto, Wakil Presiden Direktur PT Pan Broters Tbk menyatakan kapasitas pabrik keseluruhan PBRX akan terus ditingkatkan dengnan diterapkannya digitalisasi dan otomatisasi. Saat ini kapasitas seluruh pabrik PBRX mencapai 90 juta pieces per tahun dan ditargetkan mencapai ke 100 juta pieces sampai tahun ini. "Baik itu di Boyolali, Sragen, Tangerang, Tasikmalaya, Bandung, Demak dan juga Ungaran," kata Anne kepada Kontan.co.id, Jumat (31/8).

Dari catatan KONTAN, PBRX terus investasi mesin-mesin di semua pabrik sekitar US$ 7 juta sampai US$ 8 juta untuk terus dapat mencapai kinerja pabrik yang produktif dan juga efisien. Adapun industri 4.0 menurutnya tidak mengurangi tenaga kerja.

Karena dengan meningkatkan jumlah mesin dan produktivitas pabrik tenaga kerja Pan Brothers menurutnya membutuhkan tambahan tenaga kerja di pabriknya sampai akhir tahun ini. Adapun saat April lalu jumlah tenaga kerja Pan Brothers di semua pabrik mencapai 37.000 orang dan ditargetkan mencapai 40.000 orang pada akhir tahun.

Kekurangan tenaga kerja ini wajar, mengingat pemerintah tengah menggalakkan investasi baru di industri TPT. Alhasil sebagai industri padat karya, tiap tahunnya dibutuhkan sumber daya manusia (SDM) yang siap dengan kebutuhan industri.

Sejatinya, peningkatan investasi di sektor industri harus disambut dengan upaya penyediaan sumber daya manusia (SDM) yang siap kerja sesuai kebutuhan dari perkembangan teknologi dan proses manufaktur saat ini. Hal tersebut bertujuan untuk memacu produktivitas dan daya saing sehingga mampu kompetitif dalam memenuhi pasar konsumen baik di domestik maupun internasional.

Sebelumnya, Dirjen Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Achmad Sigit Dwiwahjono menyebutkan Kementerian Perindustrian melakukan beberapa terobosan dalam membuat program percepatan guna penyiapan ketersediaan SDM industri dan peningkatan kompetensinya yang sesuai permintaan dunia kerja sekarang.

Sigit menegaskan, untuk mempertahankan kinerja industri tetap positif, salah satunya diperlukan aspek kualitas dan jumlah tenaga kerja. Dalam hal ini, Kemenperin telah menjalankan sejumlah langkah strategis, antara lain pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match antara industri dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

“Kami telah meluncurukan program tersebut di beberapa wilayah Indonesia hingga lima tahap, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatra Utara, serta DKI Jakarta dan Banten,” tuturnya. Total industri yang terlibat mencapai 558 perusahaan dan menggandeng 1.537 SMK.

Khusus untuk memasok tenaga kerja di industri TPT, Kemperin memiliki unit pendidikan AK Tekstil Solo dan penyelenggaraan Diklat 3in1 (pelatihan, sertifikasi kompetensi, dan penempatan kerja) untuk operator mesin garmen. “Selain itu, kami juga melakukan restrukturisasi mesin dan peralatan produksi, yang akan diganti baru terutama berbasis digital sesuai perkembangan teknologi terkini,” imbuhnya

Sementara itu, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy menuturkan, tiap tahun kurang lebih ada peningkatan 10% jumlah tenaga kerja di sektor TPT. Catatan API pada tahun 2017, jumlah tenaga kerja untuk industri TPT mencapai 1.661.680 orang naik dari periode tahun sebelumnya sebanyak 1.599.705 orang.

"Dari masalah tersebut API bekerja sama dengan Pusdiklat dan Direktorat Tekstil Kemeperin untuk melakukan pendidikan dan latihan di wilayah Jakarta, Solo, Surabaya dan di support AITB (Akademi Industri Tekstil Bandung)," kata Ernovian kepada Kontan.co.id, Sabtu (1/9).

Hal ini pertama untuk tenaga kerja baru di level operator di sektor garmen dengan sistem 3 in 1. Yaitu merekrut, mendidik, sertifikasi dan menempatkan yang dilaksanakan selama 18 hari. Kedua, peningkatan kualitas pekerja yaitu menjadi untuk menjadi supervisor dan quality control dengan tujuan meningkatkan mutu hasil produksi dan bimbingan teknis untuk sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja.

Direktur Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Kemperin, Muhdori memaparkan, tahun ini industri TPT nasional dapat tumbuh 6%. Dari catatan Kemperin, industri TPT nasional pada tahun 2017 mampu tumbuh 3,45%, melonjak tajam dibanding tahun sebelumnya yang minus 1%. "Salah satu sasaran kami ekspor bisa berkembang ke daerah Amerika dan juga Eropa," tambahnya.

Industri ini juga penghasil devisa negara yang signifikan dari nilai ekspor TPT sebesar US$ 12,59 miliar atau 10,1% dari total ekspor manufaktur tahun 2017. Industri TPT juga menyumbang sekitar 1,07% terhadap PDB nasional, dan mencatatkan nilai investasi hingga Rp 10,19 triliun pada tahun 2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati