KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), Sripeni Inten Cahyani menyoroti lambannya kepastian regulasi terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk partially oriented yarn-drawn textured yarn (POY-DTY). Hal ini disampaikan Sripeni menanggapi laporan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang menyatakan bahwa dua pabrik gulung tikar, dan investasi senilai US$ 250 juta (sekitar Rp 4 triliun, kurs Rp16.425) tertahan akibat belum diberlakukannya BMAD terhadap produk tersebut dari China. Sripeni mengatakan, industri hulu seharusnya menjadi prioritas karena Indonesia mempunyai semua modal dasarnya. Yakni sumber daya alam yang melimpah, teknologi yang terbukti, dan sumber daya manusia yang kompeten.
Industri Tekstil Hadapi Impor Dumping, Pemerintah Diminta Terbitkan Aturan BMAD
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Badan Kejuruan Kimia Persatuan Insinyur Indonesia (BKK-PII), Sripeni Inten Cahyani menyoroti lambannya kepastian regulasi terkait Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas produk partially oriented yarn-drawn textured yarn (POY-DTY). Hal ini disampaikan Sripeni menanggapi laporan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) yang menyatakan bahwa dua pabrik gulung tikar, dan investasi senilai US$ 250 juta (sekitar Rp 4 triliun, kurs Rp16.425) tertahan akibat belum diberlakukannya BMAD terhadap produk tersebut dari China. Sripeni mengatakan, industri hulu seharusnya menjadi prioritas karena Indonesia mempunyai semua modal dasarnya. Yakni sumber daya alam yang melimpah, teknologi yang terbukti, dan sumber daya manusia yang kompeten.