JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menggelar pertemuan dengan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) guna membahas masalah yang sedang dihadapi pelaku usaha di sektor ini. Kepala BKPM Franky Sibarani mengungkapkan, pertemuan ini diadakan untuk memecahkan anomali masalah di sektor tekstil, terutama terkait perkembangan investasi yang saat ini dalam tahap konstruksi dan investasi lama yang masih berlangsung. Menurut BPKM, investasi di sektor tekstil kini memasuki tren positif. Namun, BKPM mengaku cemas karena di sisi lain banyak pelaku industri tekstil yang sudah eksisting mengungkap permasalahan yang mengancam kelangsungan usaha mereka.
“Kami dari BKPM tentu tidak senang dengan kondisi yang ada sekarang, di satu sisi investasi di sektor tekstil sepanjang semester I 2015 tumbuh positif, tapi disisi lain industri tekstil yang sudah ada justru memiliki permasalahan bahkan ada yang menutup usaha dan melakukan pemutusan hubungan kerja karyawan.” ungkap Franky dalam siaran resmi, Kamis (4/9). BKPM mencatat, sepanjang semester I 2015 realisasi investasi di sektor tekstil tumbuh positif, naik 58% atau sebesar Rp 3,88 triliun dibandingkan semester I 2014. Realisasi investasi seluruh sub sektor tekstil pada semester I 2015 juga tumbuh positif, yakni industri pengolahan serat tekstil tumbuh 213% atay sebesar 2,40 triliun dari 82 proyek, industri penenunan tekstil tumbuh 613% sebesar Rp 163 miliar dari 25 proyek, industri pakaian jadi tumbuh 16% sebesar Rp 941 miliar, dan industri perlengkapan pakaian tumbuh 563% atau sebesar Rp 216 miliar dari 15 proyek. Dalam pemantauan 54 proyek investasi masa konstruksi, BKPM mencatat adanya potensi ekspor dari industri garmen sebesar US$ 65,5 juta. Franky menambahkan, dalam pertemuan dengan API terungkap bahwa permasalahan dihadapi oleh kalangan industri tekstil. Permasalahan yang dikeluhkan lebih banyak dihadapi oleh industri yang memiliki pangsa pasar domestik. Adanya pelambatan pertumbuhan ekonomi menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan lebih memprioritaskan untuk membeli kebutuhan primer, dibandingkan membeli kebutuhan sekunder. Selain itu, pasar tekstil domestik juga semakin tertekan dengan maraknya produk ilegal yang membanjiri pasaran, bahkan akibat dari tekanan pasar domestik ini, menurut data API, salah satu pusat industri tekstil Mohamad Toha di Bandung, Jawa Barat yang pada awalnya berjumlah 42 pabrik, kini tinggal 26 yang beroperasi.
“Sementara untuk industri tekstil yang berorientasi ekspor relatif tidak menghadapi permasalahan, kecuali untuk meningkatkan daya saing ekspor melalui kebijakan perdagangan bebas khususnya dengan Uni Eropa dan Turki,” jelas Franky Dalam pertemuan tersebut, BKPM dan API mengidentifikasi beberapa isu yang mampu didorong untuk meningkatkan daya saing industri tekstil existing. Beberapa isu tersebut yakni persoalan perizinan, khususnya menyangkut perizinan penggunaan air permukaan, perizinan tenaga kerja wanita untuk kerja malam, tarif listrik bagi industri yang berdaya saing dengan negara lainnya. Makanya, BKPM akan mengintensifkan koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk mengatasi seluruh masalah ini. Franky mencontohkan permasalahan menyangkut izin pertanahan, BKPM akan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Termasuk koordinasi dengan pemerintah daerah menyangkut izin-izin di daerah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri