KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) tengah mengalami krisis akibat kalah bersaing dengan produk TPT impor. Ini terlihat dari utilitas hulu yang anjok mencapai 55,28% pada Juni 2024, sedangkan utilitas hilir juga turun, berada di level 77,4%. Imbasnya, industri TPT harus mengurangi pengeluaran mereka, salah satunya adalah dengan cara Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Adapun, berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan, sebanyak 46.000 peserta dari sektor TPT tidak lagi menjadi peserta akibat di PHK. Melihat keterpurukan ini, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengungkap bahwa langkah konkret untuk mengembalikan kondisi industri TPT adalah dengan menetapkan peraturan atau payung hukum yang kuat, sekelas Undang-undang, atau yang dimaksud dengan Undang-undang Sandang (pakaian).
Pengurus Pusat Bidang Sumber Daya Manusia (SDM) Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Harrison Silaen mengatakan UU Sandang dinilai dapat mengatur mata rantai industri TPT mulai dari pengadaan material hingga perdagangan baik ke dalam maupun keluar negeri.
Baca Juga: Impor Pakaian ke Indonesia Masih Tinggi, Terbanyak dari China hingga Vietnam "Dengan adanya UU Sandang akan mengatur mata rantai industri mulai dari pengadaan material, proses produksi, perdagangan baik export maupun import. Sehingga industri dalam negeri terlindungi, demikian PHK bisa dihindarkan," ungkapnya saat dihubungi Kontan, Kamis (15/09). Asal tahu saja, Rancangan Undang-Undang Sandang (RUU Sandang) sebenarnya sudah dipersiapkan sejak tahun 2023 lalu. Pembahasan mengenai RUU ini juga sudah pernah dilakukan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Baleg DPR RI dengan Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Ikatan Pengusaha Konveksi Bandung (IPKB). Namun, keberlanjutan dari RUU ini belum juga terlihat meski tahun 2024 sudah memasuki bulan ke 8 (Agustus). Mengenai keterlambatan keberlanjutan RUU Sandang, Harrison bilang DPR saat ini tengah mempelajari dan mengumpulkan data dari industri tekstil maupun yang. berhubungan dan industri. "RUU ini sekarang di tahap diskusi dan peninjauan di lapangan, staf ahli perancang UU sudah berkunjung ke Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. API pun tetap menjalin komunikasi dengan tim Baleg," tambahnya. Ia menambahkan, selain serangan produk impor dan PHK masal saat ini industri TPT dalam negeri juga dihadapkan pada minimnya ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tidak linier dengan kebutuhan industri. "Selain gempuran impor, juga banyak faktor yang harus dibenahi antara lain ketersediaan SDM di tingkat supervisor dimana perguruan tinggi tekstil sangat minim, untuk masalah ini kita butuh uluran tangan pemerintah," katanya. Adapula masalah teknologi yang masih terbelakang, sehingga berdampak pada kapasitas produksi yang tidak bisa bersaing dengan industri TPT luar negeri.
Baca Juga: PMI Manufaktur RI Kontraksi, Industri TPT Hingga Alas Kaki Paling Terdampak "Demikian juga umur mesin yang sudah tua dan teknologinya yang sudah ketinggalan sehingga menguragi daya saing industri tekstil," ungkapnya. Sebagai catatan, sekitar 80 persen usia mesin produksi di industri TPT ungkap ia telah berusia 20 tahun ke atas. “Teknologi sekarang sudah canggih, mesin sudah efisien, ekonomi, dan pengoperasiannya sangat mudah,” tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi