Industri TPT Lesu, Begini Penjelasan Apindo



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus perwakilan dari Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin), Anne Patricia Susanto memberikan tanggapan atas kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri saat ini.

Dia menjelaskan bahwa kondisi yang dihadapi oleh industri TPT merupakan imbas dari pemberlakuan Permendag 36 Tahun 2024 dan juga Permendag 8 Tahun 2024. Kedua peraturan ini, mengatur naturalisasi impor. 

Dia menjelaskan bahwa aturan tersebut juga mempengaruhi para pelaku bisnis yang memasarkan produknya, entah dari hulu ke semi hulu, baik dari hulu ke semi hilir, dan hilir ke hilir market domestik. Pelaku bisnis  ini terkena larangan barang larangan dan/atau pembatasan (LARTAS) dan persetujuan teknis (Pertek) dan lainnya. 


"Jika boleh berbicara, ini kesalahan Pemerintah, sebab Permendag 36, turut mengatur sektor di luar TPT, namun kementeriannya tidak siap. Bahkan urusan awak penumpang PMI, peraturannya disamakan dengan industri. Seharusnya juga," ujarnya ditemui di Jakarta, Jumat(28/6). 

Baca Juga: Kinerja Melemah Kuartal I, Pan Brothers (PBRX) Pilih Bergerak Konservatif

Ia mengatakan, bersama Apindo dan Kadin, pihaknya telah memberikan masukan kepada Pemerintah untuk mengecek dan meminta peraturan tersebut ditunda dan memanggil tiap stakeholder dan diselesaikan per sektor. Baik itu stakeholder kosmetik, mamin, elektronik, besi baja dan lainnya. 

Di sisi lain, stakeholder industri TPT telah memiliki keteraturan sebab apa yang dikhawatirkan di Permendag 36 , seperti illegal dumping, sudah dibahas lebih dari 5 tahun lalu. Di sisi lain, Anne menyebutkan Pemerintah lebih mendengarkan penyedia jastip yang bahkan tidak membayar pajak. 

"Akumulasi inilah yang membuat masyarakat ritel sampai hulu marah," ujarnya. 

Dia menambahkan, mengenai rencana Pemerintah mendatangkan perusahaan tekstil besar dari China ke Indonesia. Hal ini dilakukan sebab, mereka menilai perusahaan tekstil China bisa lebih murah. Anne mengatakan hal itu tidak menjadi masalah, sepanjang perusahaan asing tersebut mengikuti aturan PMN dan PMTN, 

"Perusahaan dan pelaku bisnis tidak takut dengan adanya perusahaan asing, namun apakah nanti pemberlakuan PMN dan PMTN bisa sama dengan pengusaha lokal? Sepanjang mereka memakai tenaga menyerap tenaga kerja Indonesia  dan mereka mengikuti aturan Indonesia seperti kita-kita, Siapa Takut? pekerja kita kualitasnya juga sudah bersaing," ujarnya

Dia menambahkan, jika hal ini tidak diatasi bukan mustahil hal ini dapat merusak tatanan niaga di Indonesia dan korbannya adalah pekerja. 

Baca Juga: Rencana China Membuka Pabrik Tekstil di Indonesia Timbulkan Peluang dan Tantangan

Menurutnya, untuk sedikit mengurai kusutnya di industri TPT saat ini, Pemerintah, dalam artian seluruh jajaran kementerian dan badan usahanya, perlu hadir dan melihat pemetaan permasalahan. 

Berbicara Kementerian terkait bukan hanya Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, tetapi juga ada hubungannya dengan Kementerian LHK,  Kementerian Investasi, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian ESDM  karena kebutuhan listrik yang sekarang juga ramah lingkungan. Lalu tak lupa juga Kapolri untuk menangkap penyeludup ini, serta OJK juga. 

"Banyak Kementerian yang harus duduk dan bukan hanya satu kementerian, tapi beberapa Kementerian. Negara harus melihat sebenarnya apa sih yang menjadi benchmark bagi Indonesia dengan negara lain.  Negara lain, yang unggul-unggul di TPT seperti  China, Vietnam, Bangladesh, Pakistan, Turki, India. India punya menteri tekstil saja dua. Apa yang bisa mereka lakukan dan kita tidak," pungkasnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih