Industri TPT menunggu skema revitalisasi dari pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus menyumbang pertumbuhan di sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) di dalam negeri. Kementerian Perindustrian mencatat industri TPT sudah naik kembali setelah sebelumnya di 2014 lalu sempat terpuruk.

Setidaknya sepanjang 2017 lalu ekspor industri TPT tercatat US$ 12 miliar, dengan pertumbuhan industri sekitar 2,33%. Oleh karena itu pemerintah berencana mendorong industri ini dengan memfasilitasi lini hulu dari tekstil itu.

Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri IKTA Kemperin mengatakan pemerintah sudah punya gagasan untuk melakukan revitalisasi pada industri TPT di tahun ini. "Jadi seperti untuk produksi benang, tinta dan keperluan lainnya," ungkap Sigit kepada Kontan.co.id, Senin (14/5).


Menurut Sigit, fokus revitalisasi pemerintah pada industri TPT saat ini lebih kepada pemberian fasilitas seperti regulasi dan izin lainnya. "Sedang soal pengucuran dana masih belum, kalau itu (bantuan dana) lihat 2019 nanti bisa atau tidaknya," ujarnya.

Sebelumnya Kemperin mendorong industri TPT seperti PT Asia Pacific Fibers Tbk (POLY) untuk menghidupkan kembali (revamping) lini produksi purified terephthalic acid (PTA) sebagai bahan baku polyester. Namun upaya tersebut masih terganjal oleh proses restrukturasi utang perusahaan yang belum kelar.

Saat ini, kata Sigit, restrukturasi utang tersebut ada di tangan Kementerian Keuangan. "Masih dalam proses, belum kelihatan hasilnya. Harusnya tidak lama, sebab kami sudah dorong dan bicara dengan Dirjen Kekayaan Negara juga," urainya.

Sementara itu, Prama Yudha Amdan, Executive Assistant President Director PT POLY menerangkan revamping produksi PTA milik perseroan tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan pribadi. "Pemerintah bisa melihat urgensi produksi PTA ini sebagai trigger pertumbuhan industri tekstil turunannya nanti," ujar Prama kepada Kontan.co.id, Selasa (15/5).

Sebab pasokan bahan baku tidak perlu diimpor dan sepenuhnya didatangkan dari produsen lokal. "Apalagi dengan suplai PTA yang sebelumnya telah dipunyai POLY kurang lebih mencukupi demand dalam negeri yang ada," urai Prama.

Sekadar informasi, fasilitas produksi PTA milik POLY memiliki kapasitas sebesar 340.000 ton per tahun dan dihentikan operasinya pada 2015 karena harga gas yang tinggi. Secara keseluruhan, kebutuhan PTA dalam negeri pada 2017 lalu tercatat sebesar 1,7 juta ton, sedangkan kapasitas produksi sebesar 1,5 juta ton dari kapasitas terpasang sebesar 1,74 juta ton. Dari kapasitas produksi tersebut, tidak semuanya terserap oleh industri dalam negeri karena sebagian PTA diekspor.

Lebih lanjut Prama mengatakan, revamping memerlukan persetujuan restrukturasi utang dari pemerintah dan akan berefek pada revitalisasi industri TPT secara nasional. "Kami memang tunggu action pemerintah, seperti apa paket insentif yang nantinya disediakan dalam rangka revitalisasi ini," urai Prama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi