Rasa apatis Ine Febriyanti terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia, akhirnya, meluntur. Dulu, pemain film dan teater sekaligus sutradara berparas ayu ini menganggap kejahatan korupsi bak obat-obatan terlarang yang bisa membuat orang kecanduan dan tidak bisa berhenti. Namun, setelah mendapat pencerahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Transparency International Indonesia (TII), pandangan Ine terhadap korupsi pun berubah. “Selama ini, korupsi sulit diberantas karena dua hal, pemerintah yang tidak tegas menindak para koruptor dan ketidaksadaran pribadi dari masyarakat Indonesia,” tegas Ine. Itu sebabnya, perempuan kelahiran Semarang, 18 Februari 1976 ini mau menjadi salah satu dari empat sutradara film Kita Versus Korupsi yang antara lain mendapat dukungan dana dari KPK, TII, dan USAID. Melalui film ini, Ine ingin menyentuh alam sadar masyarakat tentang jahatnya korupsi.
Ine Febriyanti: Apatis korupsi akan luntur
Rasa apatis Ine Febriyanti terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia, akhirnya, meluntur. Dulu, pemain film dan teater sekaligus sutradara berparas ayu ini menganggap kejahatan korupsi bak obat-obatan terlarang yang bisa membuat orang kecanduan dan tidak bisa berhenti. Namun, setelah mendapat pencerahan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Transparency International Indonesia (TII), pandangan Ine terhadap korupsi pun berubah. “Selama ini, korupsi sulit diberantas karena dua hal, pemerintah yang tidak tegas menindak para koruptor dan ketidaksadaran pribadi dari masyarakat Indonesia,” tegas Ine. Itu sebabnya, perempuan kelahiran Semarang, 18 Februari 1976 ini mau menjadi salah satu dari empat sutradara film Kita Versus Korupsi yang antara lain mendapat dukungan dana dari KPK, TII, dan USAID. Melalui film ini, Ine ingin menyentuh alam sadar masyarakat tentang jahatnya korupsi.