Inflasi AS membebani rupiah



jAKARTA. Rilis inflasi Amerika Serikat (AS) yang memuaskan pasar akhir pekan lalu berpeluang mengoyang penguatan rupiah. Di pasar spot, Jumat (16/9) nilai tukar rupiah menguat 0,15% menjadi Rp 13.155 per dollar AS. Sejalan, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, nilai tukar rupiah melambung 0,44% menjadi Rp 13.131 per dollar AS.

Analis Pasar Uang Bank Mandiri Rully Arya Wisnubroto mengungkapkan, rupiah sempat unggul di akhir pekan berkat data neraca perdagangan dalam negeri yang surplus. Namun ia menilai penguatan tersebut tidak akan berlanjut.

Pasalnya, AS mengumumkan tingkat inflasi pada Agustus 2016 mencapai 0,2%. Ini lebih baik ketimbang konsensus ekonom yang memprediksi tingkat inflasi AS hanya 0,1%.


Sekadar informasi, di bulan sebelumnya tingkat inflasi AS tercatat sebesar 0,0%. Biro Statistik Tenaga Kerja AS juga mengumumkan tingkat inflasi inti tumbuh 0,3% dari sebelumnya 0,1%. Sebelumnya, konsensus ekonom memprediksi inflasi inti cuma tumbuh 0,2%.

Tambah lagi, di awal pekan ini nyaris tidak ada sentimen yang bisa mendukung rupiah. "Katalis internal nanti baru datang pada 21-22 September 2016 saat Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia," jelas Rully.

Analis menilai pasar tengah menanti kebijakan BI soal suku bunga. Jika 7-days repo rate dipangkas 25 basis poin, ini bisa jadi tenaga bagi mata uang Garuda untuk kembali bergerak naik.

Sedang Faisyal, Research & Analyst Monex Investindo Futures menilai, rupiah masih berpotensi menguat tipis. Seiring semakin dekatnya rapat FOMC, pasar akan lebih memilih wait and see.

"Kalaupun melemah akan sangat sempit," tutur dia. Pergerakan rupiah diprediksi tidak akan melampaui Rp 13.200 per dollar AS.

Faisyal menganalisa rupiah akan bergerak di kisaran Rp 13.070–Rp 13.200 per dollar AS. Sedang menurut Rully, rupiah akan bergerak di kisaran di Rp 13.135–Rp 13.180 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie