Inflasi Bisa di Bawah 2,8% Jika Pergerakan Rupiah Tak Tembus Rp 16.340 per dolar AS



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Keputusan Bank Indonesia (BI) untuk menaikkan suku bunga atau BI Rate diharapkan bisa menstabilkan nilai tukar rupiah yang akhir-akhir ini mengalami pelemahan. Dengan stabilnya nilai tukar rupiah maka inflasi diharapkan akan bergerak lebih tinggi.

Untuk diketahui, BI menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) ke level 6,25% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 23-24 April 2024.

Staf Bidang Ekonomi, Industri, dan Global Markets dari Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan, langkah kenaikan BI Rate saat ini akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah maupun menahan lonjakan lebih lanjut yield dari Indonesian government bonds.


Baca Juga: Rupiah Hari Ini Diramal Menguat Lagi, Simak Sentimen Penyokongnya

Di samping itu, BI menginginkan agar imported inflation tidak bergerak ke level tinggi, terutama melalui mekanisme pergerakan rupiah terhadap dollar.

Dengan keputusan tersebut, Ia berharap nilai tukar rupiah masih akan bergerak di kisaran level Rp 15.920- Rp 16.340 per dolar AS hingga sebulan ke depan.

“Maka, selama nilai tukar masih di bawah Rp 16.340 per dolar AS, kami lihat inflasi total (tidak hanya imported inflation) masih di bawah 2,8%,” tutur Myrdal kepada Kontan, Kamis (25/4).

Sementara itu, ia memprediksi jika nilai tukar rupiah terus melemah ke level Rp 16.500 per dolar AS, maka inflasi tahun ini bisa mencapai lebih dari 3% pada akhir tahun.

Baca Juga: Saham Bank Berpeluang Menguat, Simak Rekomendasi Sahamnya

Adapun untuk menjaga inflasi tahun ini agar berada dalam target sasaran BI yakni 2,5% plus minus 1, atau 2,8% dalam asumsi dasar ekonomi makro 2024, Myrdal menyarankan agar pemerintah menjaga stabilitas harga komoditas strategis, seperti Bahan Bakar Minyak (BBm) petralite, solar, tarif dasar listrik, maupun LPG 3kg.

Kemudian, pemerintah juga diharapkan bisa menjaga suplai dan distribusi komoditas pangan nasional, melalui maximisasi produksi maupun menambah pasokan impor agar harga stabil. “Terkakhir, menjalin kerja sama dengan negara produsen pangan utama dunia,” ungkapnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli