Inflasi di bawah target, BI tak perlu naikkan bunga acuan lagi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Ekonom CIMB Niaga Adrian Panggabean memperkirakan volatilitas rupiah ke depan akan tetap tinggi. Hal itu, dipengaruhi oleh empat hal.

Pertama, lanjutan kenaikan bunga acuan The Fed yang menyebabkan tekanan mata uang global termasuk rupiah. Kedua, perang dagang AS-China yang menyebabkan pola perdagangan berubah sehingga komposisi basket mata uang di setiap negara juga berubah.

Ketiga, yuan yang cenderung melemah sehingga menyebabkan masih adanya tekanan terhadap rupiah. Keempat, harga minyak yang masih tinggi.


Ia memperkirakan, inflow ke pasar keuangan dalam negeri di sisa tahun 2018 maksimal akan bertambah US$ 2 miliar dan rupiah di akhir tahun diramal akan ada di kisaran Rp 14.150-14.650 per dollar AS.

Meski demikian, Adrian menilai, BI tak perlu lagi menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRRR). Sebab, "Saat inflasi masih di bawah target, kenaikan bunga akan menyebabkan bentuk kurva yield tidak menarik," katanya kepada KONTAN, Minggu (5/8).

Ia melanjutkan, setelah hampir satu bulan kenaikan BI7DRRR terakhir, kurva yield mulai bergerak normal. Jika bunga acuan dinaikkan dan kurva yield menjadi tidak menarik, "Akibatnya akan ada insentif untuk sell off lagi di pasar SBN. Jika itu terjadi maka tekanan rupiah akan lebih besar," ungkapnya.

Dari dalam negeri, pelemahan rupiah dipengaruhi oleh defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Makanya, untuk meredam gejolak rupiah, perlu membatasi impor dengan menjadwal ulang proyek infrastruktur dan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat