Inflasi Diproyeksi Bisa Tembus 4% pada 2022, Ini Saran Ekonom ke Pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan kenaikan harga komoditas global baik energi dan pangan merupakan fenomena global yang dialami oleh sebagian besar negara di dunia.

Kenaikan harga komoditas tersebut tidak dapat terbendung dan menurutnya pemerintah pun tidak dapat selamanya memberikan subsidi pada barang yang kemungkinan tidak efektif dan produktif karena barang yang disubsidi tersebut kemungkinan juga lebih dinikmati oleh masyarakat kelas menegah ke atas.

“Oleh sebab itu, pemerintah seandainya berdasarkan kajiannya menunjukkan bahwa harga keekonomian suatu barang sudah memiliki gap yang besar dengan harga jual barang tersebut saat ini, pemerintah perlu melakukan penyesuaian terhadap harga-harga tersebut,” ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Senin (18/4).


Namun di sisi lainnya, menurut Josua, pemerintah juga perlu mengalokasikan anggaran bantuan langsung tunai (BLT) untuk kompensasi kenaikan harga-harga terutama harga energi dan pangan, terutama bagi masyarakat 40% terbawah dan masyarakat rentan miskin yang tentunya didukung validitas dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sedemikian sehingga dapat membatasi dampak dari kenaikan harga energi.

Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Masih Bakal Berlanjut Beberapa Waktu ke Depan

Lebih lanjut, pemerintah telah menaikkan harga pertamax dan implementasi kenaikan tarif PPN sebesar 1% pada bulan April ini. Sehingga ke depannya apabila harga pertalite atau harga LPG 3 kg dinaikkan, Josua memperkirakan keseluruhan inflasi hingga akhir tahun ini akan menembus level 4%.

“Dengan kenaikan inflasi tersebut, maka akan berdampak pada penurunan pendapatan riil terutama masyarakat berpenghasilan rendah,” kata Josua.

Oleh sebab itu, dalam rangka menjaga momentum pemulihan konsumsi nasional, dirinya menyarankan pemerintah dapat mengalokasikan anggaran BLT yang dapat diperoleh dari potensi peningkatan pajak/windfall dari commodity boom sehingga masyarakat berpenghasilan 40% dan juga masyarakat rentan miskin tidak makin terbebani dengan adanya kenaikan inflasi tersebut.

“Tambahan BLT bagi masyarakat miskin dan alokasi BSU bagi masyarakat dalam desil 5 atau 6 juga diharapkan dapat membatasi penurunan pendapat riil sehingga pada akhirnya tidak sampai mengganggu pemulihan ekonomi nasional,” tandasnya.

Baca Juga: Bank Tabungan Negara (BBTN) Diprediksi Cetak Kinerja Cemerlang di Awal 2022

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli