Inflasi Inti Jepang dan Singapura Bakal Pengaruhi Arah Bunga Bank Sentral



KONTAN.CO.ID - TOKYO. Inflasi inti Jepang meningkat selama tiga bulan berturut-turut pada bulan Juli. Tapi kondisi berbeda dialami oleh Singapura yang turun ke level terendah dalam dua tahun. 

Menurut data yang dirilis Jumat (23/8), indeks harga konsumen (CPI) inti Jepang yang tidak termasuk bahan makanan segar, naik 2,7% dari tahun sebelumnya. Data CPI inti juga naik dari Juni 2024 sebesar 2,6%. Namun angka tersebut sesuai dengan perkiraan pasar secara rata-rata dan menempatkan tingkat inflasi di atas target bank sentral sebesar 2% dalam 28 bulan berturut-turut.

Namun, indeks CPI inti ini tidak termasuk biaya makanan segar dan energi yang diawasi ketat oleh Bank of Japan (BOJ). Data tersebut menjadi pengukur utama tren inflasi yang lebih yang naik 1,9% setelah meningkat 2,2% pada bulan Juni. Angka ini turun di bawah target BOJ untuk pertama kalinya sejak September 2022.


Baca Juga: Inflasi Inti Singapura Juli 2,5% Y/Y, Terendah dalam Lebih dari 2 Tahun

"Peningkatan CPI inti mencerminkan penghentian subsidi pemerintah untuk mengekang tagihan utilitas rumah tangga, dan jika faktor tersebut dikecualikan, inflasi secara keseluruhan telah melambat," kata Masato Koike, ekonom senior di Sompo Institute Plus dikutip Reuters.

Data inflasi dipandang sebagai kunci keputusan kenaikan suku bunga oleh BOJ. Gubernur BOJ Kazuo Ueda menegaskan kembali tekadnya untuk menaikkan suku bunga lagi jika inflasi tetap pada jalur target 2%. Namun, ia mengatakan bank sentral akan waspada terhadap perkembangan pasar karena pasar keuangan masih belum stabil.

Reaksi pasar mata uang terhadap inflasi tidak terlalu besar, tetapi pernyataan Ueda tentang kesiapan menaikkan suku bunga lebih lanjut mendorong yen. 

Data yang dirilis minggu lalu juga menunjukkan ekonomi Jepang pulih lebih cepat dari yang diharapkan pada kuartal kedua. Ini karena konsumsi yang kuat. Dalam jajak pendapat Reuters bulan ini, 57% ekonom memperkirakan BOJ akan menaikkan biaya pinjaman lagi pada akhir tahun.

Kondisi berbeda dengan yang dialami oleh Singapura. Indeks inflasi inti Singapura yang tidak termasuk biaya transportasi dan akomodasi pribadi, naik 2,5% pada Juli. Data resmi Singapura ini lebih rendah dari perkiraan jajak pendapat Reuters di 2,9%. Inflasi inti Singapura juga lebih rendah dari Juni 2024 di 2,9%. 

Baca Juga: India Geser China Sebagai Pembeli Minyak Terbesar Rusia pada Juli 2024

Ini adalah kenaikan inflasi tahunan terkecil sejak Februari 2022. Ekonom OCBC Selena Ling dikutip Reuters mengatakan inflasi inti melambat lebih cepat dari yang diharapkan pasar, tidak mungkin kembali ke tingkat sebelum Covid sebesar 1%-2%. "Ini pertanda baik untuk kembali ke 2% pada tahun 2025," kata dia. 

Inflasi di pusat keuangan Asia tersebut telah mereda dari puncaknya di angka 5,5% pada awal tahun 2023, tetapi hanya turun di bawah 3% pada bulan Juni. Ling mengatakan ada kemungkinan bank sentral akan melonggarkan kebijakan moneter dalam pertemuannya di bulan Oktober, sementara ekonom Maybank Chua Hak Bin melihat pelonggaran akan terjadi pada Januari.

Otoritas Moneter Singapura (MAS) belum mengubah kebijakan sejak pengetatan pada bulan Oktober 2022. MAS memperkirakan inflasi inti akan mereda pada kuartal terakhir tahun ini. MAS memperkirakan inflasi inti akan di kisaran 2,5% hingga 3,5% tahun ini.

Minggu lalu, Kementerian Perdagangan menyesuaikan proyeksi pertumbuhan PDB pada tahun 2024 menjadi 2% hingga 3%, dari 1% hingga 3% setelah ekonomi membukukan pertumbuhan kuartal kedua yang lebih kuat dari perkiraan.

Editor: Avanty Nurdiana