Inflasi Inti Turun di Momen Ramadan dan Lebaran, Masyarakat Menahan Belanja?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penurunan inflasi inti diperkirakan menjadi penyebab melandainya inflasi pada April 2023. Padahal dengan adanya momentum Ramadan dan Lebaran, inflasi pada periode tersebut biasanya menjadi puncak inflasi tertinggi sepanjang tahun.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menduga, rendahnya inflasi inti pada periode tersebut adalah karena masyarakat cenderung menahan belanjanya, meskipun melakukan mudik Lebaran.

“Masalah inflasi ini ada di inflasi inti yang turun. Artinya orang memang mudik tapi spanding yang dikeluarkan tidak signifikan dan di bawah ekspektasi,” kata Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (3/5).


Baca Juga: Inflasi pada Lebaran 2023 Tak Sekencang Tahun Lalu, Ini Alasannya

Untuk diketahui, inflasi komponen inti (core inflation) secara tahunan melandai pada bulan April 2023. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi komponen inti pada April sebesar 2,83% secara tahunan atau year on year (yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 2,94% yoy.

Inflasi inti mulai menurun pada Januari 2023 menjadi 3,27% yoy dari Desember 2022 yang sebesar 3,36% yoy. Inflasi inti terus menurun menjadi 3,09% yoy pada Februari 2023, menjadi 2,94% yoy pada Maret 2023, dan menjadi 2,83% yoy pada April.

Bhima khawatir, dengan terus menurunnya inflasi inti ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi di Kuartal II 2023. “Jadi yang tadinya diperkirakan bisa di atas 5,5%, ya mungkin bisa di bawah 5% untuk pertumbuhan ekonomi di kuartal II. Karena setelah lebaran juga low season,” jelasnya.

Selain itu, yang kemungkinan menahan pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2023 adalah karena konsumen tidak mengantisipasi kenaikan suku bunga yang terus berlanjut. Faktor lain, bisa karena inflasi yang terjadi karena El Nino, yang bisa mengancam penurunan produksi pertanian. Padahal, inflasi pangan berkontribusi besar terhadap inflasi keseluruhan.

“Jadi ada sebuah gejala konsumen mau belanja jadi tertahan. Apakah karena masalah pajak imbas PPN yang naik jadi 11%. Itu banyak faktor yang membuat konsumsinya tidak bergairah utamanya di konsumen kelas menengah. Ini yang harus pemerintah turun tangan,” kata Bhima.

Bhima berharap agar pemerinta segera turun tangan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dia mengakui antisipasi pemerintah untuk mengatasi inflasi dari sisi rantai pasok memang cukup berhasil. Akan tetapi, dari sisi permintaan konsumen inflasinya mengalami tekanan.

Dia menambahkan, dengan berbagai stimulus yang lebih besar seperti, menahan suku bunga agar tidak meningkat lagi, atau kebijakan bunga pinjaman untuk KPR, dan kendaraan agar lebih terjangkau.

“Kemudian serapan tenaga kerja haru lebih diperluas dan bagaimana bantuan bagi kelas pekerja misalnya subsidi upah masih bisa dilanjutkan tahun ini,” imbuhnya.

Berbeda pandangan, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono justru menilai inflasi inti selalu tumbuh positif meskipun fluktuatif, sehingga masih mencerminkan daya beli masyarakat yang masih baik.

Jika dilihat secara bulanan alias month on month (MoM) inflasi inti pada April memang mengalami peningkatan, yakni sebesar 0,25% naik dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,16%. Meningkatnya inflasi inti ini karena adanya momentum Ramadan dan Lebaran, sehingga permintaan meningkat.

“Pertumbuhan inflasi inti ini umumnya karena adanya kejadian atau aktivitas yang menyebabkan permintaan meningkat. Sebagai contoh bulan April 2023 inflasi inti tumbuh cukup tinggi karena ada Lebaran dan Ramadan,” kata Margo.

Baca Juga: Beras Jadi Sumber Inflasi April, Imbas Melandainya Surplus dan Tantangan Distribusi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat