Inflasi Januari 2017 diramal melebihi Lebaran 2016



JAKARTA. Laju inflasi Januari 2017 diperkirakan berada di kisaran 0,6%-0,7%. Angka itu lebih tinggi dibanding inflasi Januari 2016 dan Desember 2016, bahkan sama dengan inflasi musim puasa dan lebaran yang jatuh pada Juni dan Juli tahun lalu masing-masing sebesar 0,66% dan 0,69%.

Kepala Ekonom SKHA Institute for Global Competitiveness (SIGC) Eric Sugandi mengatakan, tekanan inflasi Januari 2016 terutama disebabkan kenaikan harga bahan pangan terutama cabai akibat gangguan di musim hujan dan tekanan permintaan karena adanya musim imlek.

Laju indeks harga konsumen (IHK) Januari 2017 yang rencananya diumumkan BPS Rabu (1/2) tersebut juga disebabkan adanya kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered prices), seperti kenaikan tarif dasar listrik daya 900 volt ampere (VA), harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi, dan biaya pengurusan administrasi kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat.


Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual memperkirakan, laju inflasi sebesar 0,66% dan 3,17% (yoy). David juga melihat, laju inflasi disumbang oleh adanya kenaikan harga pangan terutama cabai, kenaikan harga komoditas, dan sejumlah kenaikan harga administered prices.

David juga memperkirakan, adanya kenaikan inflasi inti di awal tahun ini. "Akselerasi inflasi inti di akhir dan awal tahun terpengaruh harga barang yang diatur pemerintah yang kemudian mempengaruhi biaya hidup," kata David kepada KONTAN, Senin (30/1).

Sementara Kepala Ekonom Maybank Indonesia Juniman memperkirakan, inflasi bulanan Januari tahun ini sebesar 0,71% dengan inflasi tahunan sebesar 3,22% year on year (yoy). Selain kenaikan harga yang diatur pemerintah dan sejumlah harga bahan pangan, inflasi juga dipicu kenaikan harga makanan. "Cabai merah dan hijau serta kawan-kawannya, kenaikan harga minyak goreng karena naiknya harga CPO, harga daging ayam dan sapi serta telur," katanya.

Dia juga melihat inflasi bulan ini disumbangkan kenaikan harga mobil, harga motor, hingga biaya sewa rumah. Hal itu yang kemudian menyebabkan inflasi inti bulan ini diperkirakan sebesar 0,39% dan 3,18% (yoy), lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang 0,23% dan 3,07% (yoy).

Tingginya inflasi, kata Juniman, sesuai pola musiman. Meski inflasi bulanan Januari tahun ini lebih tinggi, dia melihat angka tersebut masih dalam kategori inflasi terjaga. "Di Februari ada peluang inflasi lebih baik, bahkan berpeluang deflasi kalau pemerintah bisa menjaga harga makanan," tambahnya.

Dia berharap, kenaikan administered prices selanjutkan dilakukan saat inflasi rendah, misalnya saat musim panen raya pada Maret 2016. Sementara, rencana kenaikan tarif listrik pada Mei 2017, sebaiknya digeser setelah lebaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto