KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingkat peningkatan harga (inflasi) pada Juli 2022 diyakini masih meningkat, setelah pada Juni 2022 tercatat inflasi sebesar 0,61% mom atau setara 4,35% yoy. Ini merupakan inflasi basis tahunan tertinggi sejak Desember 2017. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) memperkirakan, inflasi pada bulan Juli 2022 berada di level 0,18% mom hingga 0,20% mom, atau bila secara tahunan inflasi hampir menyentuh 5% yoy, atau di kisaran 4,75% yoy hingga 4,80% yoy. Menurut Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky, inflasi yang hampir mencapai 5% secara tahunan ini, sebenarnya malah menunjukkan adanya peningkatan permintaan.
Baca Juga: Inflasi Turut Berdampak Pada Bisnis Asuransi Jiwa “Inflasi ini merupakan cerminan ekonomi tumbuh. Jadi betul, inflasi ini mencerminkan adanya perbaikan permintaan yang kemudian mendorong inflasi,” tutur Riefky kepada Kontan.co.id, Minggu (31/7). Meski di sisi lain, Riefky mengingatkan, inflasi pada bulan Juli 2022 juga didorong oleh peningkatan harga sejumlah barang, terutama dari komoditas pangan. Selain itu, peningkatan harga juga dipengaruhi oleh peningkatan ongkos produksi, padahal produsen belum sepenuhnya membebankan peningkatan ongkos ini pada konsumen. Kondisi ini kemudian harus diwaspadai. Karena potensi peningkatan harga karena peningkatan ongkos produksi makin nyata. Apalagi, saat profit margin dari produsen sudah terlalu tipis, maka mau tak mau mereka akan membebankan peningkatan ongkos produksi pada konsumen. Sehingga, barang yang harus dibayarkan oleh masyaraikat bisa makin mahal. Senada dengan Riefky, Analis Makroekonomi Bank Danamon Indonesia Irman Faiz memperkirakan inflasi pada Juli 2022 juga hampir menyentuh 5% yoy. Menurut perkiraan Faiz, inflasi pada bulan laporan sekitar 0,50% mom atau secara tahunan sebesar 4,79% yoy. Faiz mewanti-wanti, inflasi yang menuju 5% yoy, atau 1% di atas batas atas kisaran sasaran BI yang sebesar 4% yoy, perlu diwaspadai. Apalagi, pendorong peningkatan inflasi ini adalah harga kelompok pangan bergejolak. Takutnya, ini akan memengaruhi daya beli masyarakat. “Kita sudah lama tidak menyentuh level inflasi ini. Apalagi kalau didorong oleh pangan, karena kalau peningkatan harga pangan dampaknya ke masyarakat menengah ke bawah cukup besar,” tutur Faiz. Meski melihat ada dampak inflasi terhadap daya beli masyarakat, Faiz meyakini pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2022 masih akan berdaya, sehingga pemulihan ekonomi masih bisa tetap berlanjut. Sebab, bantalan perlindungan sosial dari pemerintah masih cukup untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah ancaman inflasi. Faiz pun memperkirakan, konsumsi rumah tangga pada kuartal III-2022 masih bisa tumbuh di kisaran 5% yoy, meski ada inflasi yang tinggi. Namun, ia mewanti-wanti, kalau inflasi masih terus naik hingga akhir tahun 2022, mungkin saja ada risiko perlambatan konsumsi rumah tangga di kuartal I-2023.
Baca Juga: Ekonom BCA: Inflasi Juli 2022 Sudah Hampir Capai 5% YoY Akan tetapi, dengan melihat kondisi terkini, Faiz meyakini peningkatan inflasi akan mulai melandai pada tahun 2022. Ini juga dipengaruhi oleh faktor inflasi yang tinggi pada akhir tahun 2021 karena suplai yang terganggu cuaca di sentra produksi. Selain itu, Faiz meyakini BI akan mulai turun tangan dengan kebijakan suku bunganya pada paruh kedua tahun ini. Kebijakan peningkatan suku bunga ini diharapkan mampu meredam peningkatan inflasi yang lebih liar pada sisa tahun ini. Hanya, inflasi pada tahun 2022 ini memang tetap melampaui batas atas kisaran sasaran BI, atau lebih tepatnya inflasi pada tahun 2022 diperkirakan berada di kisaran 4,5% yoy hingga 4,7% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto