Inflasi Memberikan 5 Pelajaran Penting untuk Menghadapi Krisis Berikutnya



KONTAN.CO.ID -  LONDON. Bank sentral hampir menyatakan misi mereka selesai. Setelah inflasi melonjak melebihi 9% akibat pandemi dan invasi Rusia ke Ukraina, kini inflasi menurun kembali mendekati target 2% yang ditetapkan oleh Federal Reserve AS, Bank Inggris, dan Bank Sentral Eropa. 

Meskipun awalnya keliru, mereka akhirnya merespons dengan kenaikan suku bunga acuan yang tajam dan cepat. Berbeda dengan prediksi banyak ekonom dan analis pasar, kebijakan agresif ini tidak memicu resesi besar di sejumlah negara ekonomi terbesar dunia.

Meskipun pencapaian ini mengesankan, Ketua The Fed Jerome Powell, Kepala Bank Sentral Eropa Christine Lagarde, dan Gubernur Bank Inggris Andrew Bailey perlu mengakui peran keberuntungan dan belajar untuk menghadapi krisis berikutnya. 


Baca Juga: Inflasi Konsumen AS Turun Pada Juni

Seperti yang pernah dikatakan Alan Greenspan, salah satu pendahulu Powell, "Optimisme berlebihan menanam benih kemundurannya sendiri."

Berikut lima pelajaran penting:

1. Bersikap Rendah Hati

Selama siklus ekonomi ini, para bankir sentral sering kali terlalu yakin dengan keyakinan mereka. Powell, misalnya, menggambarkan inflasi sebagai hal yang sementara selama beberapa bulan sebelum akhirnya mengubah pandangannya. Keterlambatan ini memengaruhi keputusan Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat.

2. Berbicara Lebih Sedikit

Tekanan dari investor, politisi, dan media membuat bankir sentral menjadi lebih terbuka dalam berbicara. Namun, hal ini malah menciptakan kebingungan. 

Sebuah studi menemukan bahwa lebih dari sepertiga artikel tentang Fed di Wall Street Journal menyampaikan tingkat kebingungan. Sebagian besar ahli juga setuju bahwa para presiden regional Fed sebaiknya berbicara lebih sedikit.

Baca Juga: Powell: The Fed Perlu Lebih Banyak Bukti Penurunan Inflasi Sebelum Potong Suku Bunga

3. Jangan Terjebak Masa Lalu

Ketakutan akan inflasi gaya 1970-an membuat bankir sentral menggunakan pendekatan yang sama dengan era tersebut. Namun, inflasi kali ini lebih disebabkan oleh guncangan rantai pasokan dan perilaku konsumen yang tidak biasa. Meniru pendekatan Volcker bisa merugikan pertumbuhan ekonomi.

Editor: Noverius Laoli