Inflasi Mulai Reda, Bunga Masih Tinggi



JAKARTA. Tekanan inflasi mulai mereda. Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, inflasi di bulan Oktober 2008 sebesar 0,45%. Angka inflasi bulanan Oktober lebih rendah dibandingkan angka inflasi September, yaitu 0,97%.

Sementara laju inflasi tahunan, alias year on year, per akhir Oktober sebesar 11,77%. Nilai itu di bawah target inflasi akhir tahun yang dipasang pemerintah, yaitu 12%. "Penurunan inflasi di Oktober merupakan pertanda bahwa laju inflasi hingga akhir tahun bisa terkendali," kata Direktur Danareksa Research Institut (DRI) Purbaya Yudhi Sadewa, kemarin (3/11).

Setelah laju inflasi bergerak pelan, Purbaya menyebut Bank Indonesia (BI) tak lagi punya alasan untuk menaikkan bunga. Yang harus dilakukan bank sentral adalah menurunkan BI rate supaya pertumbuhan ekonomi terjaga dan sektor riil tidak terpuruk. Kendati berharap bunga turun, Purbaya menebak Rapat Dewan Gubernur BI Kamis (6/11) esok masih mempertahankan BI rate pada 9,5%.


Ekonom PT Bank Central Asia (BCA) Tbk David Sumual menimpali inflasi bulan Oktober memang sudah diduga bakal turun. Apalagi, harga minyak mentah dunia juga makin menyusut. Jadi, tekanan inflasi dari barang impor mengecil.

Sampai akhir tahun, David memprediksi inflasi berada di bawah 12%, yakni di kisaran 11,1% sampai 11,2%. "Jadi BI tidak perlu terlalu memusingkan inflasi," tuturnya.

Makanya, kebutuhan untuk menaikkan BI rate tak ada lagi. Kenaikan BI rate juga tak bakal efektif menjaga kurs rupiah. Soalnya, "Tekanan terhadap rupiah lebih banyak berasal dari eksternal," kata David.

Justru dengan menahan BI rate akan memberi sentimen positif kepada pasar bahwa BI mendorong pertumbuhan ekonomi. "Dengan sendirinya, investor bakal kembali masuk ke pasar keuangan dan pasar modal karena pertumbuhan ekonomi akan mendorong kinerja keuangan emiten," ulas David.

Rasa aman lebih perlu

David menambahkan, pemerintah bisa turut memberikan sentimen positif kepada pasar dengan memberikan penjaminan penuh atau blanket guarantee atas dana masyarakat di perbankan.

Saat ini, ada kecenderungan hot money pergi ke negara-negara yang memberikan blanket guarantee. Padahal dari sisi bunga, Indonesia jauh lebih menarik. "Seharusnya, pemerintah memberikan rasa aman ke para pemilik dana," tutur David.

Tak hanya ekonom, para bankir juga berharap BI tak lagi menaikkan bunganya. Presiden Direktur PT Bank NISP Tbk Pramukti Surjaudaja menduga, kemungkinan BI rate untuk turun memang sangat kecil. Namun Pramukti berharap, BI tetap menahan bunga acuan sebesar 9,5%. Ia memprediksi, BI baru menurunkan suku bunga acuannya jika inflasi bulan November kembali turun.

Wakil Direktur Utama PT Bank International Indonesia (BII) Sukatmo Padmosukarso juga menduga BI rate akan tetap bertahan pada 9,5% bulan ini. "Dengan tetap menahan BI rate, bunga kredit juga tidak akan naik lagi," imbuhnya.

Sementara ekonom Standard Chartered Bank Eric Alexander Sugandhi memiliki prediksi berbeda. Ia memprediksi BI masih akan menaikkan lagi suku bunga acuannya. Dalam perhitungan Eric, posisi BI rate yang ideal di akhir tahun adalah 9,75%. Alasannya, selain untuk menahan inflasi, BI juga perlu menaikkan BI rate untuk mengurangi tekanan terhadap kurs rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie