KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memperkirakan inflasi pada Februari 2023 secara tahunan atau
Year on Year (YoY) mencapai angka 4% hingga 5,46%. Adapun inflasi Januari 2023 sebesar 5,28% YoY. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal memprediksi inflasi pada Februari 2023 berkisar di angka 5,41% sampai 5,46% YoY. "Sementara itu, pada Februari di kisaran 0,10% sampai 0,15%
Month to Month (MtM)," ucap dia kepada KONTAN, Senin (27/2).
Faisal mengatakan, pendorong utama inflasi paling besar masih berasal dari golongan makanan atau
volatile food. Dia juga menyebut meski beberapa daerah produsen pertanian pada Februari 2023 sudah mulai panen, tetapi belum sampai ke konsumen.
Baca Juga: Intip Proyeksi Pergeakan Rupiah untuk Hari Ini (27/2) Menurut Faisal, jika dilihat dari pola inflasi setiap tahun, pada Februari memang lebih rendah dibandingkan Januari. Dia menerangkan hal itu karena efek dari Tahun Baru yang sudah berkurang pada Februari 2023. "Jadi, biasanya tren inflasinya melemah pada Februari, tetapi mulai naik lagi pada Maret karena sudah masuk Ramadan. Oleh karena itu, saya merasa akan kembali lagi di atas 0,2%," kata dia. Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad memperkirakan inflasi pada Februari 2023 berada pada level 4% hingga 5% YoY. "Disebabkan masih adanya kenaikan harga beras, minyak goreng, dan sayuran," ujarnya. Selain itu, Tauhid menyebut faktor cuaca juga turut memengaruhi kenaikan harga komoditas hortikultura sehingga berdampak terhadap inflasi.
Baca Juga: Proyeksi IHSG Hingga Akhir Kuartal I 2023 dan Saham-Saham yang Bisa Dicermati Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memprediksi inflasi pada Februari 2023 akan melanjutkan tren penurunan.
"Tampaknya akan berada di kisaran 5,0% hingga 5,1% YoY," ujarnya. Adapun pada Februari 2023 secara bulanan, Riefky berpendapat akan terjadi deflasi sebesar 0,19% hingga 0,29%. Dia menyampaikan faktor pendorongnya mulai lewatnya siklus akhir tahun dan sudah hilangnya
second-round effect BBM meski masih ada tekanan inflasi harga pangan, terutama beras. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli