TOKYO. Data surplus neraca anggaran yang baru saja dirilis menjadi kabar baik bagi ekonomi Jepang. Bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ) memperkirakan inflasi hanya 2% selama dua tahun berturut-turut, mulai tahun fiskal 2016. Mengutip Bloomberg, orang-orang yang mengetahui isi pertemuan dewan gubernur bank sentral Jepang mengungkapkan, BOJ sedang mengkaji apakah harus mengurangi atau mempertahankan stimulus moneter. Meski begitu, "Bank sentral Jepang harus mempertimbangkan cara untuk memperlambat inflasi, bukannya malah mempertajam terutama ketika pasar mengharapkan sebuah ekspansi stimulus," ujar Kazuhiko Ogata, ekonom di Credit Agricole SA. Tapi, Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda menegaskan, pembicaraan soal pengurangan stimulus masih terlalu dini. Apalagi, inflasi belum mencapai target yang dipatok bank sentral Jepang yakni 2%. Kuroda memproyeksikan target inflasi tersebut baru tercapai pada Maret 2016 atau paling cepat awal tahun depan.
BOJ akan terus menerapkan stimulus sampai inflasi alias kenaikan harga konsumen di Jepang stabil. Indeks utama BOJ menunjukkan, inflasi negeri matahari terbit menuju ke nol persen atawa 0% pada Februari lalu. Ini buntut dari penurunan harga minyak mentah dunia lebih dari 40% pada tahun lalu. Pada 2015, BOJ memangkas angka proyeksi inflasi tahun fiskal 2015 dari 1,7% menjadi 1%. Ini adalah revisi kedua BOJ sejak Maret 2013. Risiko deflasi Beberapa pejabat BOJ menyadari, bank sentral Jepang harus menghentikan pembelian aset pada Maret 2018. Saat ini, ekonomi menghadapi risiko deflasi lebih rendah ketimbang Oktober lalu, saat BOJ mendukung stimulus. Toh, Kuroda bersikeras BOJ tak akan mengubah program pembelian aset.