KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inflasi Indonesia pada tahun 2024 berpotensi bergerak lebih tinggi daripada tingkat inflasi pada tahun 2023. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menghitung, inflasi pada tahun 2024 akan berada di kisaran 3% yoy hingga 3,5% yoy. Ini lebih tinggi dibandingkan perkiraan inflasi tahun 2023 darinya. Ia yakin, inflasi tahun ini akan berada di bawah 3% yoy.
Josua mengungkapkan, ada sejumlah peristiwa yang memengaruhi potensi peningkatan inflasi tahun depan. Pertama, El Nino yang berkepanjangan. Ini akan mendorong kenaikan harga pangan. Terlebih menurut perhitungannya, dampak El Nino baru akan terjadi pada enam bulan hingga 12 bulan ke depan.
Baca Juga: El Nino Bisa Lebih Lama dari Perkiraan, Akan Dongkrak Harga Pangan "Alias, kemungkinan inflasi pangan baru terungkit pda pertengahan tahun 2024. Jadi, ada jeda waktunya," terang Josua kepada Kontan.co.id, Rabu (27/9). Kedua, kemungkinan diterapkannya cukai minuman berpemanis pada tahun 2024. Kenaikan tarif cukai akan memberi sumbangan pada peningkatan inflasi tahun depan. Ketiga, ada kemungkinan perubahan tahun dasar perhitungan inflasi dari Badan Pusat Statistik (BPS). Plus, ada kemungkinan perhitungan transaksi digital akan dimasukkan. "Di saat tahun-tahun sebelumnya tidak mencakup data transaksi digital, maka dengan masuknya transaksi digital dalam perhitungan bisa menambah inflasi," tambah Josua. Keempat, kemungkinan kenaikan harga minyak. Namun terkait hal ini, Josua masih yakin bahwa kenaikan harga minyak tak akan sebanyak saat pecah perang Rusia dan Ukraina. Alias, tidak akan sampai membuat pemerintah kemudian mengerek harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di dalam negeri.
Baca Juga: Tabungan Kelas Bawah Tergerus untuk Konsumsi, Belanja Bansos Perlu Dipercepat Nah, untuk menanggulangi berbagai risiko yang muncul tersebut, Josua pun mengimbau pemerintah untuk tetap melakukan upaya pengendalian inflasi. Terlebih dari sisi inflasi pangan. Opsi impor pangan bila memang diperlukan, bisa diambil oleh pemerintah.
Dengan adanya impor, maka suplai dalam negeri terjaga dan tentu saja ini akan menjaga tingkat inflasi untuk tidak naik. Sedangkan dari sisi kebijakan moneter, Josua melihat adanya kemungkinan Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga acuan setidaknya hingga paruh pertama tahun depan. Sembari melihat arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), BI juga bisa bersabar dalam melonggarkan kebijakan moneternya untuk menjangkar ekspektasi inflasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .