JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dinilai tidak perlu menaikkan suku bunga acuan (BI rate) lebih dulu karena angka inflasi Desember 2013 sebesar 0,55 persen dan inflasi tahunan mencapai 8,38 persen. Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, saat ini yang dibutuhkan bukan penyesuaian suku bunga acuan, namun apakah implementasi kebijakan sektor riil sesuai dengan harapan. "Kalau kita lihat dengan angka inflasi kemudian impor kan juga turunnya sudah dalam, saya rasa tidak perlu cepat-cepat BI melakukan adjustment dengan peningkatan BI rate lagi," kata Destry di Kantor OJK, Kamis (2/1/2014). Terlebih lagi, ujarnya, masalah utama yang dihadapi adalah terkait dengan BBM. Destry memandang tren impor minyak masih akan cukup besar. Hal inilah yang sebenarnya perlu diperhatikan oleh pemerintah. "Saya kira pemerintah harus berani mengambil langkah yg lebih tegas lg utk bisa mengendalikan konsumsi minyak. Terutama itu," ujar dia. Adapun terkait investasi, Destry melihat impor terkait investasi akan turun secara dalam. Ini mengakitkan penurunan pula dalam impor bahan baku dan barang modal. Sebagai informasi, BI rate tetap pada posisi 7,5 persen pada bulan Desember lalu. BI memandang kebijakan tersebut konsisten dalam upaya BI mengarahkan inflasi menuju sasaran 4,5 plus minus 1 persen dan mengupayakan defisit neraca transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat dan berkesinambungan. BI secara bertahap menaikkan BI rate selama periode Juni hingga November 2013. Kenaikan selama periode tersebut tercatat 175 basis poin. Pada bulan November lalu, kenaikan BI rate terjadi sebanyak 25 basis poin dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Inflasi terkendali, BI tak perlu naikkan BI rate
JAKARTA. Bank Indonesia (BI) dinilai tidak perlu menaikkan suku bunga acuan (BI rate) lebih dulu karena angka inflasi Desember 2013 sebesar 0,55 persen dan inflasi tahunan mencapai 8,38 persen. Menurut Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti, saat ini yang dibutuhkan bukan penyesuaian suku bunga acuan, namun apakah implementasi kebijakan sektor riil sesuai dengan harapan. "Kalau kita lihat dengan angka inflasi kemudian impor kan juga turunnya sudah dalam, saya rasa tidak perlu cepat-cepat BI melakukan adjustment dengan peningkatan BI rate lagi," kata Destry di Kantor OJK, Kamis (2/1/2014). Terlebih lagi, ujarnya, masalah utama yang dihadapi adalah terkait dengan BBM. Destry memandang tren impor minyak masih akan cukup besar. Hal inilah yang sebenarnya perlu diperhatikan oleh pemerintah. "Saya kira pemerintah harus berani mengambil langkah yg lebih tegas lg utk bisa mengendalikan konsumsi minyak. Terutama itu," ujar dia. Adapun terkait investasi, Destry melihat impor terkait investasi akan turun secara dalam. Ini mengakitkan penurunan pula dalam impor bahan baku dan barang modal. Sebagai informasi, BI rate tetap pada posisi 7,5 persen pada bulan Desember lalu. BI memandang kebijakan tersebut konsisten dalam upaya BI mengarahkan inflasi menuju sasaran 4,5 plus minus 1 persen dan mengupayakan defisit neraca transaksi berjalan menurun ke tingkat yang lebih sehat dan berkesinambungan. BI secara bertahap menaikkan BI rate selama periode Juni hingga November 2013. Kenaikan selama periode tersebut tercatat 175 basis poin. Pada bulan November lalu, kenaikan BI rate terjadi sebanyak 25 basis poin dari 7,25 persen menjadi 7,5 persen. (Sakina Rakhma Diah Setiawan)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News