JAKARTA. Di luar proyeksi analis, inflasi bulan Januari nyata lebih tinggi yakni hingga 0,97%. Bahkan, angka inflasi Januari 2017 ini jauh lebih tinggi dibanding proyeksi Bank Indonesia (BI) dan ekonom di kisaran 0,6%-0,7%. Jika merujuk rekam jejak data inflasi, angka inflasi ini juga lebih tinggi dibanding Januari 2015 serta Januari 2016. Bahkan dibanding inflasi musim puasa dan lebaran 2016 Juni dan Juli 2016 yang sebesar 0,66% dan 0,69%, inflasi Januari 2017 juga jauh lebih tinggi. "Jadi memang tinggi," kata Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, (1/2). Dengan inflasi bulanan 0,97%, maka inflasi tahunan Januari 2017 sebesar 3,49%. Namun, inflasi tahunan ini lebih rendah dibanding Januari 2015 dan 2016 masing-masing 6,96% dan 4,14%. Dari 82 kota yang disurvei, inflasi tertinggi di Pontianak 1,82% dan terendah di Manokwari 0,09%.
Menurut Suhariyanto, penyumbang utama inflasi Januari adalah kenaikan biaya administrasi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), penyesuaian tarif listrik daya 900 volt ampere (VA), serta kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan rokok. Kenaikan biaya pengurusan STNK semisal, memiliki andil inflasi Januari 2017 sebesar 0,23%. Sementara andil kenaikan tarif listrik 0,19%, dan kenaikan BBM 0,08%. Hal itu menyebabkan inflasi dari harga-harga yang diatur pemerintah atau
administered prices mencapai 2,57%, naik dari tahun 2016 sebesar 0,21%. Sementara inflasi harga pangan bergejolak (
volatile food) pada Januari 2017 sebesar 0,67%. Inflasi terutama disumbangkan kenaikan cabai rawit dan ikan segar, sementara harga cabai merah dan bawang merah turun. "Artinya secara umum harga bahan makanan terkendali," katanya Waspadai tarif listrik Menurut Suhariyanto, salah satu penyumbang inflasi yang masih patut diwaspadai adalah kenaikan tarif listrik. Selain andil ke inflasi yang besar, BPS mencatat 41% rumah tangga menggunakan listrik prabayar dan 59% menggunakan listrik pascabayar. Hal itu akan membuat dampak kenaikan tarif listrik di bulan lalu berdampak pada inflasi Januari dan akan berdampak ke inflasi Februari 2017. Apalagi kenaikan tarif listrik juga akan terjadi di bulan Maret dan Mei mendatang. "Kenaikan listrik memang tipis, agak besar di Maret dan Mei, namun selain listrik juga ada biaya beban," kata dia. Karena itu, Suhariyanto memproyeksikan inflasi tahun ini akan lebih tinggi dibanding tahun lalu yang tercatat 3,02% (yoy), terutama disebabkan oleh kenaikan harga barang dan jasa diatur pemerintah (
administered prices). Namun inflasi tahun ini masih berada di sasaran target inflasi 4% plus minus 1%, asal pemerintah dan Bank Indonesia (BI) bisa jaga harga pangan. Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution mengatakan, tekanan inflasi disumbangkan oleh harga-harga yang diatur pemerintah. Namun inflasi sektor transportasi disebabkan kenaikan harga BBM nonsubsidi.
"Yang menyumbang inflasi atas kenaikan harga bahan bakar sejatinya dari BBM non subsidi seperti Pertamax dan Pertalite yang harganya tidak diatur pemerintah," katanya. Ekonom Maybank Indonesia Juniman melihat, masih ada peluang inflasi pada Februari 2017 di bawah 0,5%. Berdasarkan tren, inflasi Februari biasanya lebih rendah dibanding Januari. "Kami perkirakan inflasi Februari sekitar 0,2%-0,5%," katanya. Agar inflasi bisa terjaga, dia berharap, pemerintah menaikkan tarif saat inflasi rendah, seperti saat panen raya Maret dan April atau usai Lebaran. Dengan cara begitu, efek kenaikan tarif yang ditentukan oleh pemerintah lebih terkendali. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto