Inflasi tinggi, tapi BI belum tentu kerek bunga acuan



JAKARTA. Sesuai prediksi banyak pihak, inflasi melaju kencang di awal tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi bulan Januari 2011 mencapai 0,89%. Angka inflasi ini memang lebih rendah ketimbang inflasi bulan Desember 2010 yang sebesar 0,92%, namun lebih tinggi ketimbang inflasi bulan Januari 2010 sebesar 0,84%.

Lantaran inflasi Januari 2011 tinggi, maka inflasi tahunan (year on year) pun belum berangsur turun. Inflasi tahunan pada bulan Januari 2011 mencapai 7,02%. Ini lebih tinggi dibanding inflasi sepanjang 2010 yang sebesar 6,96%.

Gejolak harga pangan, terutama beras dan cabai, masih menjadi penyumbang terbesar inflasi. Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan, beras dan cabai rawit sama-sama memberikan kontribusi inflasi sebesar 0,11% di bulan Januari 2011. "Luar biasa cabai ini benar-benar pedas menyumbang inflasi," katanya, Selasa (1/2)


Kendati inflasi cukup tinggi, pemerintah mengaku tidak terlampau cemas. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa yakin, di bulan Februari ini tekanan inflasi mulai mengendur dan saat masuk panen raya Maret 2011 nanti akan terjadi deflasi.

Bank Indonesia (BI) pun menilai tingkat inflasi Januari sebesar 0,89% masih moderat. Angka inflasi tersebut lebih rendah ketimbang rata-rata inflasi Januari dalam lima tahun terakhir yang berada di kisaran 1,1%.

Agaknya hal ini yang membikin BI belum memberi sinyal yang jelas apakah akan mengerek suku bunga acuan atau tidak. "Tunggu Rapat Dewan Gubernur BI," kata Deputi Gubernur BI Budi Rochadi.

Namun naga-naganya BI belum akan mengerek BI rate. Apa lagi angka inflasi inti pada bulan Januari 2011 turun ketimbang Desember 2010, yakni dari 4,28% menjadi 4,18%. "Ini hasil yang cukup bagus," ujar Budi.

Tapi ekonom UGM Tony Prasetiantono menilai, sulit bagi BI untuk mempertahankan BI rate di level 6,5%, sebab inflasi tahunan sudah mencapai 7,02%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can