Informasi travel ban Donald Trump yang bikin geger



WASHINGTON. Seorang jurnalis CNN, Mohammed Abdullah Tawfeeq, menjadi salah satu korban kebijakan larangan perjalanan (travel ban) Presiden AS Donald Trump. Sejak kebijakan ini ditandatangani Trump pada Jumat (27/1) lalu, pihak imigrasi di seluruh bandara Amerika langsung memberlakukan pelarangan masuk warga dari tujuh negara yang mayoritas beragama muslim ke Amerika Serikat.

Saat menceritakan pengalamannya, Tawfeeq mengungkapkan, dirinya ditahan dan harus melalui sejumlah pemeriksaan tambahan saat dia tiba dari Irak pada Minggu (27/1) lalu.

Padahal, Tawfeeq sudah memiliki green card atau status imigrasi yang mengizinkan pemiliknya untuk tinggal secara permanen dan bekerja secara komersil serta legal di Amerika Serikat. Tawfeeq sudah bekerja untuk CNN sejak 2004. Dia tiba di Amerika sebagai pengungsi dan menjadi penduduk permanen AS pada Juni 2013.


Tawfeeq tidak sendiri. Selain dirinya, ada 721 orang lainnya yang ditahan atau ditolak masuk AS sejak Jumat lalu.

Yang terjadi selanjutnya adalah chaos. Ribuan warga AS menggelar aksi unjuk rasa di sejumlah bandar udara besar di AS.

- Lantas, bagaimana sebenarnya kebijakan travel ban Trump?

Presiden Trump menandatangani perintah eksekutif pada Jumat (27/1) malam untuk melarang pengungsi untuk masuk ke wilayah AS selama 120 hari ke depan dan imigran dari tujuh negara yang mayoritas warganya adalah muslim selama tiga bulan. Tujuh negara tersebut antara lain Iran, Iraq, Suriah, Sudan, Libya, Yaman, dan Somalia.

Ini merupakan kebijakan ekstrem yang dijanjikan Trump saat kampanyenya dulu. Tetap saja, banyak orang yang terkejut saat kebijakan ini benar-benar dijalankan.

Sayangnya, pemerintahan Trump tidak pernah melanjutkan kebijakan tersebut ke pejabat di Departemen Kehakiman. Petugas Keamanan AS tidak diberikan petunjuk yang jelas mengenai bagaimana perintah tersebut harus dijalankan atau ditegakkan. Alhasil, terjadi kebingungan dan kekacauan dalam pelaksanaannya.

Pelarangan tersebut juga berlaku untuk para pemegang green card dan warga yang memiliki visa yang valid.

Sejumlah pelancong yang tengah berada di pesawat saat kebijakan tersebut berlaku, tidak bisa masuk AS saat mereka mendarat. Beberapa di antaranya bahkan ada yang ditahan. Sebagian lain diterbangkan kembali ke tempat sebelumnya.

Tuntutan hukum mulai diajukan. Pada Sabtu (28/1) malam, seorang hakim federal melakukan aksi untuk menentang kebijakan tersebut.

- Seberapa besar dampaknya?

Dampaknya global. Ratusan orang berkumpul di sejumlah bandara di AS -mulai New York, Atlanta, Dallas, hingga Seattle- untuk melakukan aksi protes. Selain itu, aksi unjuk rasa menentang kebijakan ini juga terlihat di luar Gedung Putih.

Sejumlah pimpinan negara juga melancarkan kritikan keras terhadap kebijakan travel ban. Perdana Menteri Inggris Theresa May, misalnya. Dia mengatakan, "Kami tidak setuju dengan pendekatan seperti ini."

Kanselir Jerman Angela Merkel langsung menelepon Trump dan mengingatkan sang Presiden AS atas kewajibannya terhadap pengungsi di bawah Konvensi Jenewa.

Sedangkan Walikota London Sadiq Khan menyebut pelarangan tersebut sebagai sesuatu yang memalukan dan kejam.

Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menuliskan tweet bahwa pengungsi akan diterima dengan tangan terbuka di Kanada.

Bahkan sejumlah anggota partai sang presiden ikut serta dalam barisan penentang. Senator John McCain dan Lindsey Graham mengatakan, travel ban itu hanya akan membantu ISIS dan kelompok militan lainnya untuk merekrut lebih banyak teroris.

Di Inggris, bahkan ada sebuah petisi yang melarang Trump untuk mengunjungi Inggris. Petisi ini sudah ditandatangani hampir oleh 1 juta warga Inggris.

- Apakah ini legal?

Ini pertanyaan yang sulit dijawab. Presiden memiliki kekuasan besar dalam menentukan kebijakan imigrasi. Namun, banyak kritik yang mengatakan bahwa perintah Trump tidak konstitusional dan diskriminatif. Bahkan hal ini juga ditolak di pengadilan.

Hakim federal di New York memberikan jaminan untuk izin tinggal darurat bagi warga negara yang termasuk dalam kebijakan travel ban dan menetapkan mereka tidak bisa diusir dari AS.

Sementara, pengadilan federal Washington mmbuat rumah singgah bagi pelancong yang ditahan di sana agar tidak dipulangkan kembali ke negara asalnya.

Hakim federal di Boston mengeluarkan aturan bahwa petugas keamanan tidak bisa menahan seseorang terkait dengan perintah eksekutif Trump.

- Siapa saja tujuh negara tersebut?

Pemerintahan Trump menyalahkan pemerintahan Presiden Obama terkait permasalahan ini. Gedung Putih mengatakan, ketujuh negara yang menjadi target perintah eksekutif merupakan negara yang dikhawatirkan rentan aksi terorisme.

Pada Desember 2015, Obama menandatangani peraturan untuk memperketat pemeriksaan pelancong yang berasal dari Iran, Irak, Sudan, atau Suriah. Beberapa bulan kemudian, Libya, Somalia, dan Yaman juga ditambahkan dalam daftar tersebut.

Kendati demikian, perintah Trump lebih luas ketimbang Obama. Yakni dengan melarang seluruh warga dari tujuh negara tersebut untuk masuk ke AS selama tiga bulan. Banyak pihak yang lantas mempertanyakan alasan Trump yang mengambil kejadian 9/11 sebagai dasar untuk membuat kebijakan ini. Sebab, tak satu pun negara yang membajak pesawat 9/11 masuk ke dalam daftar larangan. Sebut saja Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, dan Libanon.

- Mengapa Trump memberlakukan travel ban?

Presiden AS yang baru ini memang mengangkat isu imigrasi sebagai isu utama kampanyenya. Pendapat yang dia utarakan mengenai migran dan pengungsi telah mendongkrak popularitas Trump di hadapan para pendukungnya.

Trump mengatakan, keputusan ini adalah langkah untuk menahan anggota teroris radikal masuk ke AS.

Para pendukung Donald Trump berpendapat dia sudah melakukan hal yang benar untuk membuat warga Amerika merasa aman.

- Bagaimana dampaknya terhadap pendidikan dan bisnis?

Muncul kepanikan di sejumlah sekolah dan universitas AS yang memiliki jumlah siswa asing yang cukup besar. Banyak siswa dan mahasiswa merasa cemas karena mereka harus memutuskan antara karir dan keluarga.

Beberapa dari mereka buru-buru kembali ke AS sebelum perintah eksekutif ini diberlakukan, sehingga mereka dapat menyelesaikan pendidikannya. Sekarang mereka bertanya-tanya kapan mereka bisa bertemu dengan keluarga mereka lagi jika mereka tetap di AS.

Kebijakan ini juga memberikan dampak besar kepada dunia bisnis, khususnya industri teknologi. CEO Apple Tim Cook mengecam perintah eksekutif Trump dan berjanji untuk membantu karyawan mereka yang terkena dampak kebijakan ini. Dia menambahkan, "Tanpa imigran, Apple tidak akan berdiri."

Google juga mengingatkan karyawan dengan visa atau green card yang berasal dari tujuh negara tersebut untuk membatalkan rencana perjalanan ke mana pun.

Sementara, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengatakan, AS memang harus menjaga keamanan warga negaranya, tapi tetap fokus pada orang yang benar-benar mengancam.

- Lebih banyak pendukung atau penentang?

Di luar dugaan, lebih banyak warga Amerika yang mendukung travel ban Donald Trump dibanding mereka yang menentangnya. Hal ini diketahui dari hasil polling Reuters baru-baru ini.

Hasil polling Reuters menunjukkan, sekitar 49% responden menyetujui dengan kebijakan travel ban. Sedangkan 41% lainnya menyatakan tidak setuju. Sekitar 10% lainnya belum memutuskan.

Polling ini dilakukan terhadap 1.201 responden dan memiliki margin error 3% dari total polling dan 5% dari hasil temuan partisan.

- Apa saja dampak lanjutan dari pemberlakuan larangan perjalanan ini?

Kelompok peretas internasional yang menamakan diri mereka Anonymous mengimbau kepada warga dunia untuk mencari cara menentang pemerintahan baru AS tersebut. Mereka menyebutnya tirani.

Anonymous juga menyerukan boikot terhadap produk-produk buatan AS dan seluruh bisnis yang berhubungan dengan Trump. Mereka juga meminta warga global untuk melobi pemerintah masing-masing dan memberlakukan sanksi melawan kebijakan Trump.

Yang paling ekstrem, Anonymous mengimbau negara lain untuk memberlakukan travel ban terhadap warga negara AS sebagai respon atas kebijakan Trump.

- Apa yang terjadi selanjutnya?

Dipastikan, jumlah tuntutan yang menentang perintah eksekutif ini akan semakin banyak. Namun Gedung Putih juga tengah mempertimbangkan agar visitor asing menunjukkan seluruh situs website dan media sosial yang mereka kunjungi, sekaligus membagikan seluruh kontak di ponsel mereka.

Jika visitor menolak membagikan informasi itu, orang tersebut akan ditolak untuk masuk ke AS. Ide ini sepertinya akan diberlakukan dalam waktu dekat dan tidak ada yang mengetahui apa keuntungan dari diberlakukannya kebijakan tersebut.

Sementara itu, Kepala Staf Gedung Putih Reince Priebus mengatakan, kemungkinan akan ada sejumlah negara lain yang dimasukkan ke dalam daftar travel ban.

Satu hal yang pasti, di tengah aksi protes yang terjadi, Trump tetap keukeuh untuk terus melanjutkan perintah eksekutif tersebut. Dalam sepekan terakhir, dia menilai implementasi dari perintah tersebut berjalan cukup baik.

Trump bahkan membela kebijakannya sendiri dengan mengatakan bahwa ini bukanlah larangan bagi kaum Muslim, melainkan langkah untuk mengamankan AS dari aksi teroris.     - Bagaimana reaksi pemerintah Indonesia?

Pemerintah Indonesia menyayangkan diberlakukannya perintah eksekutif Trump. Mengutip Reuters, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Armanatha Nasir pada Senin (30/1) lalu mengatakan pemerintah Indonesia prihatin atas kebijakan larangan perjalanan karena akan mengganggu upaya melawan aksi terorisme dan manajemen pengungsi.

"Merupakan hal yang keliru untuk mengaitkan radikalisme dan terorisme dengan agama tertentu. Upaya untuk memberantas terorisme harus dilakukan bersama-sama, termasuk menemukan akar penyebab aksi terorisme," jelas Armanatha.

Mengutip BBC, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi juga menyesalkan kebijakan Presiden Donald Trump untuk melakukan "pemeriksaan ekstraketat" terhadap warga dari beberapa negara Muslim sesuai ketentuan imigrasi yang baru.

Indonesia, meskipun tercatat sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, tidak termasuk ke dalam daftar travel ban itu.

Pada kesempatan yang berbeda, Presiden Joko Widodo meminta warga negara Indonesia untuk tetap tetap tenang. "Kita tidak terkena dampak dari kebijakan itu, kenapa resah?" ujar Presiden Jokowi seperti yang dikutip dari BBC.

Bagaimanapun Presiden Jokowi mengingatkan perlunya menjunjung prinsip kesetaraan. "Prinsip konstitusi saya kira jelas bahwa yang namanya keadilan, yang namanya kesetaraan, harus terus diperjuangkan," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie