Infovesta sebut porsi NAB lebih dari 10% pada satu pihak lazim di industri reksadana



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus disuspennya tujuh produk reksadana milik PT MNC Asset Management (MAM) dinilai sebagai hal yang lazim terjadi di industri reksadana Tanah Air. Hanya saja, perlu diselidiki lebih lanjut, apakah kesalahan yang terjadi pada manajemen investasi (MI) merupakan hal yang kerap terjadi atau tidak.

Presiden Direktur Infovesta Utama Parto Kawito menjelaskan, dalam industri reksadana perubahan atau kelebihan porsi persentase pada portofolio lebih dari 10% merupakan hal yang lazim. Selama, perubahan yang terjadi murni diakibatkan kondisi pasar dan bukan kegiatan yang direncanakan. 

Baca Juga: MNC Asset Management jelaskan sebab kelebihan portofolio yang disuspensi OJK

"Kalau lebih dari 10% wajar dan itu kesalahan wajar dan masih lazim," kata Parto kepada Kontan, Jumat (20/12). 

Berdasarkan penelaahan portofolio OJK per 12 Desember 2019, diketahui terjadi beberapa pelanggaran yang dilakukan PT MNC Asset Management, seperti kepemilikan lebih dari 10% nilai aktiva bersih (NAB) pada satu pihak untuk reksadana konvensional dan kepemilikan lebih dari 20% NAB untuk reksadana syariah. 

Selain itu ada juga pelanggaran kepemilikan efek terafiliasi lebih dari 20% NAB, serta adanya penempatan investasi pada efek yang telah default.

Menindaklanjuti hal tersebut, OJK sempat mengundang PT MNC Asset Management pada 20 November 2019 dan meminta perusahaan segera melakukan penyesuaian terkait komposisi portofolio efek reksadana dan valuasi atas efek utang yang telah default sesuai ketentuan yang berlaku.

Baca Juga: MNC Kapital (BCAP) bailout sebesar Rp 35,28 miliar reksadana MNC Asset Management

Bahkan, sebelumnya OJK juga sempat mengenakan perintah untuk melakukan tindakan tertentu kepada PT MNC Asset Management pada surat Nomor:S-664/P.21/2017 tepatnya 11 Oktober 2017 dan surat OJK Nomor:S-117/PM.21/2018 pada 2 Februari 2019 terkait pelanggaran komposisi portofolio efek reksadana.

"Perlu diselidiki lebih lanjut, apakah perintah yang dikeluarkan OJK ditunjukkan untuk produk yang sama berturut-turut? Jika iya, berarti MI yang mengelola tidak baik, tapi jika produknya berbeda-beda itu masih lazim," ungkapnya.

Editor: Tendi Mahadi