Infrastruktur cepat, industri baja kuat



JAKARTA. Percepatan proyek infrastruktur mendongkrak kinerja industri logam dasar, besi, dan baja. Selama kuartal II–2011, industri ini menjadi sektor yang tumbuh paling tinggi bila dibandingkan dengan industri-industri lain. Dalam kurun waktu tersebut, industri logam dasar, besi, dan baja tumbuh 15,48% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Menurut Dirjen Pengembangan dan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemperin) Dedi Mulyadi, berdasarkan analisis Kemperin, sembilan cabang industri tumbuh positif sepanjang triwulan I–2011 lalu. "Untuk industri nonmigas, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh industri logam dasar, besi, dan baja," katanya.

Alhasil, industri baja menjadi penopang utama pertumbuhan industri nonmigas pada kuartal II–2011. Di periode itu, total industri non migas tumbuh 6,61% atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 6,4%.Pada kuartal I–2011, industri logam dasar juga mencetak pertumbuhan tertinggi, yaitu 18,32%.


Dipicu oleh investasi

Ismail Mandry, Wakil Ketua The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) Bidang Long Product, mengakui, pertumbuhan industri logam dasar, besi, dan baja tidak lepas dari percepatan pembangunan infrastruktur terutama di wilayah Indonesia Timur. "Pembangunan infrastruktur seperti jalan raya telah meningkatkan konsumsi baja," kata Ismail Senin (8/8).

Memang, meski berbagai sektor sudah menyerap hampir seluruh produk baja lokal, namun masih ada sedikit impor baja. Baja yang diimpor adalah yang berspesifikasi khusus seperti untuk otomotif. Baja ini umumnya diimpor dari China lantaran belum diproduksi di dalam negeri.

Untuk membendung laju impor baja dari China, saat ini asosiasi dan pemerintah tengah menyempurnakan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Sistem Standardisasi Nasional (SSN).

Selain itu, maklum saja bila Indonesia masih mengimpor baja. Sebab, kebutuhan baja nasional memang lebih tinggi ketimbang produksi. Dalam setahun, kebutuhan baja nasional bisa mencapai 9 juta ton per tahun. Sementara, kapasitas produksi industri baja dalam negeri tahun ini diperkirakan hanya mencapai 7 juta ton–8 juta ton.

Selain sektor infrastruktur yang menggeliat, Ismail memandang pertumbuhan industri logam dasar, besi, dan baja juga disebabkan adanya investasi baru di sektor ini. Sebagai contoh, proyek patungan PT Krakatau Steel Tbk dan Pohang Steel and Iron Co Ltd (Posco) senilai US$ 6 miliar.Di samping itu, ada pula investasi perusahaan China, PT Mandan Steel, senilai US$ 220 juta; perusahaan Australia melalui PT Jogja Magasa Iron senilai US$ 600 juta, perusahaan lokal PT Delta Prima Steel senilai US$ 40 juta, serta PT Semeru Surya Steel senilai US$ 60 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can