Inggris Buka Komunikasi dengan AS Soal Kelanjutan Pangkalan Militer di Samudra India



KONTAN.CO.ID - LONDON - Pemerintah Inggris membuka diri kepada pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah Presiden terpilih AS Donald Trump untuk meninjau ulang kesepakatan Inggris dengan Mauritius. 

Juru bicara Perdana Menteri Inggris Keir Starmer pada hari Rabu (15/1) mengatakan, kesempatan untuk meninjau kesepakatan dengan Mauritius khususnya mengenai masa depan pangkalan militer AS-Inggris di Samudra Hindia.

Inggris telah mencapai kesepakatan dengan Mauritius pada bulan Oktober untuk menyerahkan kendali Kepulauan Chagos kepada Mauritius. 


Baca Juga: OPEC Sebut Produksi Minyak Mentah Rusia Susut pada 2024, Akibat Sanksi AS?

Namun Inggris tetap mempertahankan kendali di bawah sewa 99 tahun atas pangkalan militer di Diego Garcia, pulau terbesar di Kepulauan Chagos di Samudra Hindia.

Pemerintah Inggris telah berupaya untuk meratifikasi perjanjiannya dengan Mauritius sebelum Donald Trump dilantik sebagai Presiden AS minggu depan.

Namun juru bicara Starmer mengatakan kepada wartawan: "Sangat wajar bagi pemerintahan AS yang baru untuk mempertimbangkan detailnya."

Marco Rubio, calon Menteri Luar Negeri AS pilihan Donald Trump, mengatakan bahwa kesepakatan tersebut menimbulkan ancaman bagi keamanan AS dengan menyerahkan kepulauan tersebut. 

Baca Juga: OPEC Sebut Produksi Minyak Mentah Rusia Susut pada 2024, Akibat Sanksi AS?

Apalagi dengan pangkalan militer yang digunakan oleh pesawat pengebom jarak jauh dan kapal perang AS - kepada negara yang bersekutu dengan China.

Mike Waltz, calon penasihat keamanan nasional Trump  juga telah menyuarakan keprihatinan tentang negosiasi pemerintah Inggris dengan Mauritius. 

Pada tahun 2022, dia mengatakan bahwa negosiasi tersebut dapat membahayakan pangkalan militer Diego Garcia.

Trump belum secara terbuka mengomentari kesepakatan tersebut.

Menteri luar negeri Inggris David Lammy mengatakan pada bulan November bahwa dia yakin kesepakatan itu akan berhasil, menambahkan bahwa badan intelijen AS, Departemen Luar Negeri, Pentagon, dan Gedung Putih semuanya menyambutnya.

Inggris harus mengadakan negosiasi lebih lanjut dengan Perdana Menteri Mauritius yang baru, Navin Ramgoolam, yang terpilih pada bulan November, mengenai status Kepulauan Chagos setelah dia secara terbuka mengkritik kesepakatan yang disetujui oleh pendahulunya. 

Selanjutnya: Inflasi Global Diprediksi Tetap Tinggi Hingga 2028

Menarik Dibaca: Lavalen Medica dan Prof. Xanya Sofra Hadirkan Teknologi Infinity Gym

Editor: Syamsul Azhar