Inggris Mulai Khawatir Israel Akan Melanggar Hukum Internasional di Gaza



KONTAN.CO.ID - Menteri Luar Negeri Inggris, David Cameron, menyatakan kekhawatirannya mengenai aksi Israel di Gaza yang mungkin bisa digolongkan sebagai pelanggaran hukum internasional.

Cameron, yang juga mantan Perdana Menteri Inggris, juga mengakui bahwa beberapa hal yang dilihatnya di Palestina memang sangat memprihatinkan.

"Apakah saya khawatir Israel akan mengambil tindakan yang mungkin melanggar hukum internasional karena lokasi tersebut telah dibom, atau apa? Ya, tentu saja," kata Cameron, dikutip Al Jazeera.


Baca Juga: Potensi Meluasnya Perang Gaza Pasca Tewasnya Pemimpin Hamas di Lebanon

Cameron tidak menjelaskan secara langsung apakah pihaknya telah telah menerima nasihat hukum terkait serangan Israel di Gaza, namun dirinya meyakini bahwa beberapa insiden telah menimbulkan pertanyaan apakah sekutunya itu benar-benar mematuhi hukum internasional.

"Selalu ada tanda tanya mengenai apakah suatu insiden melanggar hukum internasional. Sejauh ini saran yang diberikan adalah bahwa mereka (Israel) mempunyai komitmen, kemampuan dan kepatuhan, namun dalam banyak kesempatan, hal ini dipertanyakan," lanjut Cameron.

Sejauh ini Inggris memang telah berulang kali menyatakan dukungannya terhadap Israel, tetapi Inggris juga telah meminta militer Israel untuk menahan diri dan bertindak sesuai hukum internasional dalam serangannya di Gaza.

Baca Juga: Peringatan Israel untuk Hizbullah: Hati-Hati, Bisa Muncul Perang Baru

Cameron juga menyadari betul besarnya kerusakan yang disebabkan oleh Israel di Gaza. Menurutnya, butuh upaya yang sangat besar untuk membangun kembali Gaza.

Hingga hari Selasa (9/1), Kementerian Kesehatan Palestina telah mencatat ada setidaknya 23.210 orang telah terbunuh di Gaza akibat serangan militer Israel. Sebagian besar rumah di Jalur Gaza juga telah hancur.

"Butuh usaha besar untuk membangun kembali Gaza karena tingkat kehancuran yang begitu besar. Kita akan membutuhkan orang sebanyak mungkin. Dibutuhkan lebih dari satu negara untuk melakukannya," kata Cameron.