Inggris naikkan suku bunga, pertama dalam 10 tahun



KONTAN.CO.ID - LONDON. Suku bunga Inggris mengalami perubahan yang tidak pernah terjadi dalam satu dekade terakhir, yakni bergerak naik.

Mengutip MoneyCNN, pada Kamis (2/11), Bank of England (BOE) menaikkan suku bunga acuan dari rekor terendah 0,25% menjadi 0,5%. Kebijakan ini sudah diprediksi sebelumnya oleh para ekonom.

Ini merupakan kali pertama BOE menaikkan suku bunga acuannya sejak 2007. Disinyalir, kebijakan ini dilakukan untuk membantu mengontrol lonjakan inflasi.


Pasca pengumuman ini dilakukan, nilai tukar poundsterling langsung melemah 1% terhadap dollar AS.

Informasi saja, perekonomian Inggris memang tengah berupaya keras untuk keluar dari perlambatan pasca digelarnya referendum Brexit pada Juni 2016. Tingkat pengangguran memang terus tertekan. Namun terjadi pelemahan nilai poundsterling sehingga memukul daya beli konsumen dalam membeli barang-barang impor karena menjadi lebih mahal.

Selain itu, tingkat upah juga tertekan dan pasar properti melambat.

Kenaikan suku bunga acuan akan menguntungkan pihak penabung, yang mendapatkan tambahan bunga dari simpanan deposito mereka. Namun, hal ini juga akan membuat biaya pinjaman dan KPR kian mahal bagi mereka yang sudah menghadapi pengetatan anggaran belanja.

"Sudah sepuluh tahun sejak suku bunga acuan naik. Sehingga, hari ini akan menjadi kali pertama para kreditur mengalami kenaikan dalam cicilan KPR mereka," jelas Simon Gammon dari Knight Frank Finance.

Sejumlah analis khawatir bahwa kenaikan suku bunga akan menempatkan konsumen lebih tertekan dan dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi melambat lebih dalam.

Kenaikan suku bunga acuan merupakan sinyal, bahwa kenaikan harga menjadi pertimbangan utama keputusan BOE. Berada di level 3%, tingkat inflasi berada di atas target bank sentral 2%. Kenaikan suku bunga akan membantu mendinginkan pergerakan harga barang.

Dalam pernyataannya, BOE memprediksi tingkat inflasi akan melandai pada tahun depan.

Selain itu, bank sentral juga mencatat, kebijakan moneter yang efektif tidak akan cukup untuk mengimbangi dampak negatif Brexit.

"Kebijakan moneter tidak dapat mencegah penyesuaian riil yang diperlukan karena Inggris bergerak menuju pengaturan perdagangan internasional baru atau pertumbuhan pendapatan riil yang lemah yang cenderung menyertai penyesuaian tersebut dalam beberapa tahun ke depan," jelas BOE.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie